TEMPO.CO, Jakarta - Sekitar 200 pengunjuk rasa, yang mewakili warga sekitar terminal di DKI Jakarta, menuntut Dinas Perhubungan mencabut surat edaran tentang pemusatan operasional bus antarkota ke Terminal Pulogebang.
Mereka bertelanjang dada sambil membawa "mayat" sebagai simbol ketidakpedulian pemerintah terhadap kematian ekonomi masyarakat akibat kebijakan tersebut. Pengunjuk rasa datang dari beberapa terminal, di antaranya Rawabuaya, Grogol, dan Rawamangun.
Lihat: Jauh dari Akses Angkutan, Terminal Pulogebang Diminta Dikaji Ulang
"Mayoritas kawan-kawan yang hadir di sini merepresentasikan rakyat kecil yang berjuang melanjutkan hidup mereka," kata Alkautsar di sela-sela demonstrasi memprotes Terminal Pulogebang, Jakarta Timur, di depan Balai Kota DKI Jakarta pada hari ini, Rabu, 13 Desember 2017.
Sebelumnya, Alkautsar mengklaim mampu menghadirkan 400 demonstran. Mereka terhimpun dari beberapa organisasi, di antaranya Liga Mahasiswa Nasional untuk Demokrasi DKI Jakarta, Serikat Rakyat Miskin Indonesia DKI Jakarta, dan Paguyuban BUS AKAP se-DKI Jakarta.
Alkautsar menjelaskan, surat edaran Dinas Perhubungan tentang pemindahan operasional bus ke Terminal Pulogebang akan menimbulkan masalah baru, seperti kemiskinan dan pengangguran bagi masyarakat sekitar terminal yang hidup dari hasil mengamen, menjadi pedagang kaki lima, serta awak bus. "Akan melahirkan kemiskinan baru akibat terminal sepi," ujarnya.
MOH KHORY ALFARIZI | JOBPIE S.