TEMPO.CO, Bekasi - Tersangka persekusi dan perusakan obat, pengurus Front Pembela Islam (FPI) Bekasi Raya, Boy Giadria, akan melawan penetapan tersangka dan penahanannya oleh Kepolisian Resor Metropolitan Bekasi Kota.
"Pekan ini kami daftarkan, paling lambat pekan depan," kata pengacaranya tersangka Boy Giadria, Aziz Yanuar, kepada Tempo hari ini, Rabu, 3 Januari 2017.
Polisi menjerat Boy dengan Pasal 170 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana karena merusak obat keras daftar G yang dijual bebas oleh pemilik toko obat, yakni Muhammad Arrazi. Obat-obatan tadi oleh Wakil Ketua Bidang Hisbah DPC FPI Pondok Gede kemudian dimasukkan ke dalam ember berisi air pada Rabu, 27 Desember 2017 lalu.
Baca: Jelang Reuni 212, Kediaman Rizieq Dipenuhi Anggota FPI
Boy juga dijerat dengan Pasal 335 KUHP tentang pemaksaan sebab Boy memaksa dan mengintimidasi atau melakukan persekusi terhadap Muhammad Arrazi untuk mengakui menjual obat keras daftar G dan kadaluwarsa lewat surat pernyataan di atas materai Rp 6.000.
Polisi juga menetapkan Muhammad Arrazi menjadi tersangka karena menjual obat daftar G dan kedaluwarsa sehingga melanggar Undang-Undang Kesehatan dan Perlidungan Konsumen.
Menurut Aziz, penetapan tersangka kliennya akan menjadi preseden buruk dalam pemberantasan aksi kriminalitas. Pelapor yang seharusnya mendapat perlindungan hukum justru dijadikan tersangka.
"Ke depannya dikhawatirkan pelaku kejahatan mudah melaporkan balik pelapornya," ucapnya.
Kepala Polres Metro Bekasi Kota Komisaris Besar Indarto tak takut. Dia menyatakan siap meladeni upaya hukum praperadilan yang akan ditempuh oleh pihak tersangka. Indarto menuturkan, penetapan tersangka Boy sudah sesuai dengan undang-undang.
"Sudah memenuhi minimal dua alat bukti untuk menetapkan (Boy) menjadi tersangka."
Indarto menuturkan, jauh sebelum peristiwa persekusi pada 27 Desemb er 2017 itu terjadi dirinya sudah memperingatkan seluruh organisasi kemasyarakatan di Kota Bekasi agar tidak main hakim sendiri terhadap pelaku kejahatan. Bahkan, dia sudah tiga kali berpidato soal itu di depan ormas, termasuk FPI. "Kami sepakat bersama dengan ormas sama-sama memberantas aksi kriminalitas, tapi tetap penindakan menjadi kewenangan penegak hukum (polisi)," kata Indarto.