Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

20 Tahun Reformasi, Mereka yang Menyingkir dari Jakarta

image-gnews
Rani Pramesti, saat menceritakan kisahnya ketika terjadi Kerusuhan Mei 1998. Dia bercerita melalui proyek seni The Chinese Whispers yang dipresentasikan dalam diskusi 20 Tahun Reformasi yang digelar Tempo Institute pada Senin, 7 Mei 2018. FOTO: TEMPO/Dias Prasongko
Rani Pramesti, saat menceritakan kisahnya ketika terjadi Kerusuhan Mei 1998. Dia bercerita melalui proyek seni The Chinese Whispers yang dipresentasikan dalam diskusi 20 Tahun Reformasi yang digelar Tempo Institute pada Senin, 7 Mei 2018. FOTO: TEMPO/Dias Prasongko
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Hingga 20 tahun reformasi, Rani Pramesti belum berani tinggal di Indonesia. Rani, yang baru berusia 12 tahun saat prahara itu terjadi pada Mei 1998 belum bisa melupakan peristiwa tersebut. 

Gadis kecil itu tak paham kenapa sang Ibu tiba-tiba memintanya segera mengepak barang-barangnya. Kata Rani, yang ia ingat, kondisi Jakarta sedang rusuh.  

“Saya ingat mama bilang 'pack your bag', Mama langsung mengambil ransel saya dan mulai memasukkan baju-baju saya. Saat itu saya mulai menangis karena suasana waktu itu benar-benar tegang, dan saya tidak tahu apa yang sebenarnya sedang terjadi,” kata Rani kepada Tempo, Senin, 7 Mei 2018.

Rani tak ingat tanggal peristiwa itu terjadi. Yang pasti, sebelum mengepak barang-barangnya, Rani sempat memanjat menara tandon air. Dari atas menara, dia melihat banyak asap-asap hitam mengepul dari berbagai sudut Jakarta. 

Baca: 20 Tahun Reformasi: Berjuang Menjaga Halte 12 Mei di Trisakti

Setelah berkemas dengan tergesa-gesa, Rani bersama kedua orang tua dan sang kakak terbang ke Bali untuk mengungsi. Dari sana keluarga Rani memantau kondisi Jakarta. Beberapa pekan usai kerusuhan Mei 1998, Rani dan keluarganya sempat kembali ke rumah.

Namun sang kakak yang saat itu berumur 15 tahun merasa tak aman tinggal di Jakarta. Saat itulah kedua orang tuanya memutuskan mengirim anak-anaknya ke luar negeri.  

“Beberapa bulan setelah itu kakak saya dikirim ke Australia, dan menyusul saya satu tahun setelahnya pada 1999,” kata Rani.

Dua puluh tahun setelah peristiwa itu, kini Rani memilih bermukim di Australia dan menjadi seorang seniman, performance maker dan storyteller. Usai kerusuhan Mei 1998, Rani mengatakan belum berani untuk tinggal di Indonesia.

“Saya merasa Indonesia masih belum terlalu aman buat saya,” ujar Rani.

Namun hal itu tak menghalangi Rani bolak-balik Australia dan Indonesia untuk mempromosikan proyek seninya yang berjudul Chinese Whispers. Sebuah proyek seni yang menggabungkan novel gambar dengan penceritaan (story telling). 

Baca: 20 Tahun Reformasi, Sumarsih: Sayur Asam Tak Sempat Dimakan Wawan

Lewat Chinese Whispers, Rani ingin membagikan kenangannya tentang kerusuhan Mei di Jakarta. 

Proyek seni ini merupakan usahanya untuk menceritakan tentang kejadian Kerusuhan Mei 1998 dari perspektif korban terutama warga keturunan Tionghoa kepada masyarakat Indonesia.  

Kisah Rani tersebut adalah satu dari sekian ratus - bahkan ribu - korban kerusuhan Mei 1998. Kisah itu adalah potongan puzzle dari tiga hari penuh kengerian dan teror: Peristiwa Kerusuhan 13-15 Mei 1998.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penggalan kisah-kisah itu bahkan terdokumentasikan lewat disertasi yang kini telah menjadi buku dengan judul Kekerasan Anti-Tionghoa di Indonesia, 1996-1999. Buku tersebut ditulis oleh Jemma Purdey seorang Indonesianis lulusan Melbourne University yang banyak menulis soal Indonesia. 

Tak hanya Rani, kisah teror dan penuh trauma akibat Kerusuhan Mei 1998 juga dialami oleh Christianto Wibisono. Christianto merupakan analis bisnis kondang waktu itu. Ia banyak mengisi seminar dan kuliah terkait ekonomi Indonesia.

Dalam kisahnya, Christian mengaku saat pecah kerusuhan pada 13 Mei 1998, dirinya melihat banyak massa yang turun ke jalan untuk berdemo di banyak tempat di Jakarta. Ia juga mendapat kabar bahwa massa yang beringas akan mendatangi rumah anaknya, Jasmine Wibisono di perumahan Camar Permai, Pantai Indah Kapuk, Jakarta Utara.

"Karena ketakutan mendengar informasi itu, saya meminta Jasmine untuk mengungsi di rumah saya di, kawasan Jalan Kartini, Pasar Baru, Jakarta Pusat," kata Christian kepada Tempo, Sabtu, 28 April 2018.

Christianto Wibisono, seorang analis bisnis terkemuka di Indonesia serta pendiri Pusat Data Bisnis Indonesia, saat ditemui di Apartement Kempinsky, Jakarta, 8 Mei 2018. TEMPO/Muhammad Hidayat

Christian mengatakan khawatir dengan kondisi anaknya. Sebab, dua bulan sebelumnya, Christian mengisahkan, Jamine baru saja melahirkan anaknya yang kedua sedangkan cucunya yang pertama, masih berusia 1,6 tahun.

Keesokan paginya, Christian menyaksikan dari kantornya, Pusat Data Bisnis Indonesia (PDBI), banyak massa yang menjarah dan membakar toko-toko di kawasan Gunung Sahari. Beruntung massa tak menyambangi wilayah rumahnya di Jalan Kartini.

Tanggal 15 Mei 1998, ia mendapati kabar bahwa rumah anaknya di kawasan perumahan Camar Permai ada 80 rumah ludes terbakar. Sedangkan sebanyak 500 rumah lain habis dijarah massa.

Ia juga mendapat kabar, orang-orang dari perumahan Camar Permai yang mengungsi di kawasan Golf Course Pantai Indah Kapuk kesulitan mencari makan dan minuman. Akibatnya, selama tiga hari mereka harus makan dan minum seadanya.  

"Barangkali cucu saya bisa jadi korban kalau tidak mengungsi ke rumah saya waktu itu," kata Christian.

Selang sebulan setelah peristiwa Kerusuhan Mei 1998, Christianto juga turut menyingkir dari Jakarta. Christianto menyingkir dari Jakarta menuju Amerika Serikat bersama keluarganya sejak 11 Juni 1998. Ia diketahui baru pulang ke Jakarta setelah delapan tahun tinggal di Amerika tepatnya pada tahun 2006.

Ia mengatakan memilih menyingkir ke negeri Paman Sam setelah mendapat surat kaleng yang berisi makian dan ancaman secara rasis serta tidak manusiawi. "Di Washington DC saya menjadi seorang lobbyist dengan memanfaatkan jaringan lembaga PDHI yang saya miliki," kata dia.  

Dua kisah yang menandai 20 Tahun Reformasi itu adalah rangkaian titik mula runtuhnya Orde Baru, rezim kekuasaan militer yang menopang tonggak kekuasaan waktu itu. Kejadian itu adalah juga peristiwa pengiring bagi munculnya era baru Reformasi.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Kampus-Kampus Kompak Bersuara, Eks Koordinator KontraS: 1998 Bisa Terulang

5 Februari 2024

Sejumlah Sivitas Akademika dan Alumni UIN Syarif Hidayatullah Jakarta menyampaikan pernyataan sikap di Kampus UIN Syarif Hidayatullah, Ciputat, Tangerang Selatan, Banten, Senin, 5 Februari 2024. Sivitas Akademikan dan Alumni UIN Syarif Hidayatullah menyampaikan pernyataan sikap bertajuk
Kampus-Kampus Kompak Bersuara, Eks Koordinator KontraS: 1998 Bisa Terulang

Mantan Koordinator KontraS, Yati Andryani, meminta pemerintah mendengar kritik dari kampus soal kondisi politik saat ini


Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

1 Februari 2024

Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia, Yasonna H. Laoly.
Menteri Yasonna Laoly Minta Masyarakat untuk Terus Mendesak Penuntasan Kasus Kerusuhan Mei 1998

Menteri Hukum dan HAM menerima sejumlah advokat dari TPDI yang meminta penuntasan kasus Kerusuhan Mei 1998.


Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

15 Mei 2023

Direktur Eksekutif Amnesty International Indonesia Usman Hamid. Foto: TEMPO | Hilman Faturrahman W
Amnesty Minta Negara Tak Lupa Usut Kekerasan Seksual dalam Kerusuhan Mei 1998

Amnesty International Indonesia meminta pemerintahan mengusut kekerasan seksual dalam Tragedi Kerusuhan Mei 1998.


Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya

7 April 2023

Warga yang melakukan penjarahan di toko-toko pada saat kerusuhan Mei 98. RULLY KESUMA
Jejak Samar Kekerasan Seksual Mei 98 di Surabaya

Komnas Perempuan sedang menelusuri jejak kekerasan seksual Mei 1998 di Surabaya.


Dipicu Kekerasan Seksual 1998, Inilah Sejarah Berdirinya Komnas Perempuan

20 Agustus 2022

Komisioner Komnas Perempuan, Mariana Amiruddin (kiri) bersama Azriana (tengah) dan Masruchah saat  menggelar konferensi pers terkait tidak disahkannya RUU Penghapusan Kekerasan Seksual oleh DPR RI periode 2014-2019 di Kantor Komnas Perempuan, Jakarta, Senin, 1 Oktober 2019. TEMPO/Hilman Fathurrahman W
Dipicu Kekerasan Seksual 1998, Inilah Sejarah Berdirinya Komnas Perempuan

Komnas Perempuan dibentuk sebagai buntut tindak kekerasan terhadap perempuan dalam kerusuhan Mei 1998.


12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Pernah Ditangani Komnas HAM

27 Juli 2022

Wakapolri Komjen Gatot Eddy Pramono yang juga Ketua tim khusus bentukan Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo untuk mendalami kasus penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E di rumah Kadiv Propam Polri Irjen Ferdy Sambo bersama Ketua Komnas HAM Ahmad Taufan Damanik saat memberikan keterangan pers di Kantor Komnas HAM, Jakarta, Jumat 15 Juli 2022. Kedatangan Wakapolri untuk melakukan pertemun dengan Komnas HAM terkait kasus kasus penembakan terhadap Brigadir J oleh Bharada E. TEMPO/Subekti.
12 Kasus Pelanggaran HAM Berat yang Pernah Ditangani Komnas HAM

Selain kasus kematian Brigadir J, Komnas HAM banyak terlibat menangani kasus pelanggaran HAM berat lainnya. Apa saja kasus tersebut?


Catatan 5 Peristiwa Sebelum Soeharto Lengser sebagai Presiden RI

14 Mei 2022

Soeharto mundur dari jabatannya sebagai Presiden Indonesia pada tanggal 21 Mei 1998 setelah 32 tahun menjabat. wikipedia.org
Catatan 5 Peristiwa Sebelum Soeharto Lengser sebagai Presiden RI

Peristiwa 12 sampai 15 Mei 1998 di Jakarta dikenal sebagai Kerusuhan Mei 1998 menjadi satu penyebab Soeharto lengser sebagai Presiden pada 21 Mei 1998


Kronologi Tragedi Kerusuhan 12 - 15 Mei 1998, Gugur 4 Mahasiswa Trisakti

13 Mei 2022

Seorang mahasiswa menabur bunga memperingati tragedi 12 Mei 1998 di kampus Universitas Trisakti, Jakarta (12/5).  ANTARA/Paramayuda
Kronologi Tragedi Kerusuhan 12 - 15 Mei 1998, Gugur 4 Mahasiswa Trisakti

Peristiwa 12 sampai 15 Mei 1998 di Jakarta dikenal sebagai Tragedi Mei 1998. Empat mahasiswa Trisakti tewas ditembak dan timbulnya kerusuhan massa.


Mengenang Moses Gatotkaca Korban Peristiwa Gejayan Mei 1998

13 Mei 2022

Pengunjung mengamati karya fotografi yang dipamerkan saat Pameran Foto Peristiwa 1998 di Fakultas Adab & Ilmu Budaya Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga, Yogyakarta, 3 Mei 2018. ANTARA
Mengenang Moses Gatotkaca Korban Peristiwa Gejayan Mei 1998

Bentrokan menewaskan mahasiswa Moses Gatotkaca saat Peristiwa Gejayan Mei 1998. namanya kini abadi sebagai nama jalan di Yogyakarta.


Dunia Kecam Kerusuhan Mei 1998, Indonesia Dianggap Gagal Lindungi Warga Negara

14 Mei 2021

Kerusuhan Mei 1998, menjelang Soeharo lengser, berupa amuk massa, pembakaran, penjarahan dan pemerkosaan. Ita Marthadinata, korban pemerkosaan, yang kemudian dibunuh sehari menjelang ia pergi ke PBB untuk sampaikan testimoni. MARIA FRANSISCA
Dunia Kecam Kerusuhan Mei 1998, Indonesia Dianggap Gagal Lindungi Warga Negara

Pemerintahan Indonesia mendapat kecaman keras dari Singapura, Taiwan, Malaysia, Thailand dan Amerika Serikat saat terjadi kerusuhan Mei 1998.