TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan tertimpa warisan kasus sengketa tanah Pondok Indah pada era Gubernur R. Soeprapto dan Soerjadi Soedirja. Kemarin, puluhan keluarga ahli waris Toton CS juga melaporkan Pemerintah Provinsi DKI selain PT Metropolitan Kentjana ke Komnas HAM untuk penyelesaian ganti rugi lahan Pondok Indah.
Baca: Suporter Persija Tewas, Ridwan Kamil Tak Angkat Telepon Anies
Kuasa Hukum ahli waris Toton CS, Muhammad Ikhsan mengatakan, hingga kini 65 orang pemilik hak waris tanah Pondok Indah itu belum mendapatkan haknya sejak 1972.
"Sejak 1972 kasus ini berlangsung, kami minta Komnas HAM untuk membayarkan hak para ahli waris," ucap Iksan di Komnas HAM, Jakarta Pusat pada Senin, 24 September 2018.
Awalnya, keluarga Toton CS memiliki tanah seluas 432.887 meter persegi di Kelurahan Pondok Pinang, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan sejak 1958. Pada 1961, tanah tersebut disewa oleh PT Metropolitan Kentjana.
Meski seluruh tanah disewa oleh perusahaan tersebut, Surat Keterangan Menteri Agraria Nomor 198 Tahun 1961 hanya meminta PT Metropolitan Kentjana untuk mengganti rugi tanah Toton CS sebesar 97.400 meter persegi.
Kasus sengketa tanah semakin sengit ketika Pemerintah Provinsi DKI Jakarta yang saat itu dipimpin oleh Gubernur DKI R Soeprapto menerbitkan Surat Izin Penunjukan Peruntukan Tanah (SIPPT) nomor Da II/19/1972 Tahun 1972 di area tanah milik Toton CS kepada PT Metropolitan Kentjana. Artinya, Pemprov DKI mengizinkan perusahaan tersebut menggunakan tanah milik Toton CS.
Hingga 1978, PT Metropolitan Kentjana tidak kunjung memberikan ganti rugi kepada ahli waris Toton.
Empat tahun kemudian, kata Iksan, Pemprov DKI justru bekerja sama dengan PT Metropolitan Kentjana untuk mengembangkan Wilayah Pondok Indah. Kerjasama itu semakin diperpanjang oleh Pemprov DKI melalui Surat Nomor 2040/072 pada 1997.
"Mereka membuat perjanjian kerja sama Nomor 944 Tahun 1982 untuk mengembangkan Pondok Indah," ucap Iksan.
Pada 1996, Gubernur DKI Jakarta Soerjadi Soedirja meminta PT Metropolitan Kentjana membayar ganti rugi kepada ahli waris Toton lewat Surat Nomor 3186/073.3. Pembayaran ganti rugi itu juga didorong Keputusan Menteri Agraria BPN pada 1999 yang mengharuskan PT Metropolitan Kentjana mengganti tanah ahli waris.
Kepmen Agraria itu digugat oleh Direktur PT Metropolitan Kentjana, Subagja Purwata ke Mahkamah Konstitusi pada 2002. Gugatan ditolak hingga perusahaan yang termasuk dalam Pondok Indah Group itu mengajukan kasasi kepada Mahkamah Agung. kasasi kembali ditolak oleh MA. Peninjauan kembali sengketa itu juga ditolak oleh Putusan Perkara Peninjauan Kembali Tata Usaha Negara pada 2004.
Namun, PT Metropolitan Kentjana tidak kunjung membayarkan kewajibannya kepada ahli waris Toton.
"Dengan ditolaknya gugatan MK dan Peninjauan Kembali maka para ahli waris Toton adanya pemilik sah tanah 9,7 hektar itu ," ucap Iksan. Kendati demikian, hingga kini ganti rugi tersebut belum dibayarkan oleh PT Metropolitan Kentjana.
Seorang cucu canggah Toton, Sri, berharap Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan dapat membantu menyelesaikan sengketa tanah ini. "Mudah-mudahan era Pak Anies ini kita bisa didengar, apalagi rezimnya Jokowi (Presiden Joko Widodo), kan siapa tahu beda," kata perempuan itu.
Komisioner Komnas HAM Choirul Anam menilai para ahli waris seharusnya mendapat pembayaran ganti rugi dengan adil. "Intinya meminta pembayaran sesuai dengan yang diatur dulu, pun dulu nilainya kecil, sekarang ya besar, hitungannya sesuai dengan keadilan yang sekarang lah karena lahan itu sudah dimanfaatkan," ucap Choirul.
Baca: Puluhan Pewaris Tanah Pondok Indah Golf Lapor ke Komnas HAM
Tanah yang disengketakan itu kini telah menjadi Pondok Indah Padang Golf. Tempat itu digunakan menjadi salah satu venue pada Asian Games 2018.