TEMPO.CO, Bekasi - Budayawan Bekasi, Komarudin Ibnu Mikam mengatakan ditangkapnya Bupati Bekasi Neneng Hasanah Yasin berserta beberapa anak buahnya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dalam perkara suap perizinan Meikarta harus menjadi intropeksi diri.
Baca juga: Jadi Tersangka Suap Meikarta, Begini Penampakan Rumah Bupati Bekasi
"Siapa yang menebar angin, dia akan menuai badai. Kualat itu bisa terjadi, apabila alam diintimidasi, dilecehkan," kata Komar saat dihubungi Tempo, Selasa, 16 Oktober 2018.
Komar beserta kelompoknya pernah menolak keras dengan kehadiran Meikarta di Cikarang Pusat, Kabupaten Bekasi. Sebetulnya, kata dia, tak hanya kehadiran Meikarta, namun sejumlah kawasan permukiman di Bekasi baik kota maupun kabupaten yang dinilai cukup ekslusif bagi penghuninya.
"Karena saya melihat pembangunan ini bertentangan dengan kebudayaan Bekasi, pola pembangunannya tak mengindahkan ekologi setempat," ujar dia.
Ia mengatakan, identitas Bekasi yang dulunya merupakan kawasan lumbung padi kini tak lagi menghasilkan padi yang melimpah. Sebab, saat ini lahan pertanian tak mendapatkan pasokan air yang cukup.
"Air dari wilayah selatan untuk pertanian tak sampai ke utara karena dipenggal perumahan di tengah," ujar dia.
Belum lagi, kata dia, keberadaan Meikarta secara populasi kependudukan, bakal menghadirkan para pendatang baru yang tak diikuti aturan secara tegas. "Mereka membuat perumahan klaster orang tertentu, ditembok, dipagar. Kawasan ini akan antara pendatang dan tempatan, sehingga tak terjadi integrasi secara sosial," ujar dia.
Simak juga: 10 Pejabat Bekasi Kena OTT KPK, Ridwan Kamil Ikut Berkomentar
Dengan fasilitas yang dinilai lebih hebat, kehadiran itu akan menjadi skat antara kawasan asli dengan yang baru. "Meikarta menjadi bagian dari ini, apalagi Meikarta dibangun dengan alasan kebutuhan perumahan 2 juta di wilayah Jabodetabek," kata dia.
Semestinya, kebutuhan itu ditanggung bersama bukan dibangun di Kabupaten Bekasi. "Ini akan menjadi bencana populasi, secara budaya mengalami depresi, alami gegar budaya, apalagi kemudian nama-nama perumahan itu tidak menyesuaikan kearifan lokal setempat," kata Komar menceritakan soal proyek Meikarta dan Bupati Bekasi.