TEMPO.CO, Jakarta – Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional menyoalkan munculnya pungutan yang disebut uang lelah pascapembagian sertifikat tanah untuk rakyat oleh Presiden Joko Widodo atau Jokowi. Pungutan tersebut dilaporkan seorang peserta pembagian sertifikat tanah gratis dari Kelurahan Grogol Utara, Naneh, 60 tahun.
Baca: BPN Pastikan Sertifikat Tanah untuk Warga Gratis
Naneh mengaku dimintai duit Rp 3 juta oleh pengurus RW, yang juga Ketua RT, Mastur. Uang yang disebut uang lelah itu untuk syarat agar sertifikatnya sampai di tangan. Adapun sertifikat tersebut dibagikan oleh Jokowi pada 23 Oktober 2018 di Lapangan Ahmad Yani, Jakarta Selatan.
Kepala Bagian Humas Kementerian ATR/BPN Harison Mocodompis mengatakan Kementeriannya tak bertanggung jawab atas munculnya pungutan uang lelah. Ia pun mempertanyakan legalisasi aturan tersebut. “Uang lelah itu dasar hukumnya apa?” kata Horison saat ditemui Tempo di Hotel Shangri-La, Jakarta Pusat, Rabu sore, 5 Februari 2019.
Baca: Sertifikat Gratis dari Jokowi, Pak RT: Uang Lelah Rp 3 Juta
Harison mengatakan tak ada peraturan maupun turunan yang mengatur pungutan bernilai jutaan ini. Bahkan, menurut prosedur program Pendaftaran Tanah Sistematik Lengkap (PTSL), seluruh sertifikat tanah yang dibagikan kepada warga bersifat gratis.
Berdasarkan aturan dalam program itu, Harison mengatakan peserta pembagian sertifikat hanya harus mengeluarkan biaya untuk materai, fotokopi, Letter C, dan saksi. Selain itu, biaya dikeluarkan untuk penyediaan surat tanah, pembuatan dan pemasangan tanda batas, dan bea perolehan hak atas tanah dan bangunan (BHTB).
Bila ada pungutan, Harison mengatakan ada Surat Keputusan Bersama Tiga Menteri yang didalamnya mengatur soal pungutan dalam pendaftaran sertifikat tanah. “Dalam peraturan bersama tiga menteri, di Jawa, besarannya tak boleh dari Rp 150 ribu,” ujarnya. Artinya, bila pungutan tak sesuai peraturan tiga menteri, maka bisa diduga melakukan pungutan liar.