TEMPO.CO, Jakarta -Dalam kasus ayah bunuh bayi diketahui pelaku, MS, 23 tahun mengonsumsi sabu sejak masa pacaran dengan SK, 22 tahun.
SK mengakui bahwa suaminya MS (23) yang membunuh buah hati mereka telah mengonsumsi sabu sejak pacaran. Namun, dia tidak mengetahui dari mana sabu tersebut didapat suaminya.
Baca : Ayah Bunuh Bayi, Polisi Sebut Kejiwaan Pelaku Normal
"Waktu saya hamil enam bulan saya suruh dia berhenti," kata SK saat ditemui Tempo di kediamannya, Jalan Yusuf, Sukabumi Utara, Jakarta Barat, Selasa, 7 Mei 2019.
SK mengatakan permintaan untuk berhenti menggunakan sabu itu disertai dengan ancaman. Jika tidak berhenti juga, SK akan meminta cerai dengan MS. Saat itu, kata dia, suami berjanji untuk berhenti.
"Namun pas polisi bilang hasil tes positif, saya kaget juga," kata dia.
Kepala Kepolisian Sektor Kebon Jeruk Ajun Komisaris Erick Ekananta Sitepu mengatakan anggotanya telah melakukan tes urine terhadap MS, 23 tahun. Hasilnya, pelaku positif menggunakan sabu.
"Pada saat melakukan kekerasan terhadap anak, pelaku dibawah pengaruh sabu," kata Erick saat konferensi pers di kantor Polres Metro Jakarta Barat, Senin, 6 Mei 2019.
Erick mengatakan, pelaku yang bekerja sebagai sopir di salah satu usaha laundry itu aktif menggunakan nahkoda sejak 2017. Ihwal sumber sabu dan kemungkinan dijerat pidana atas kepemilikan, Erick berujar polisi masih berproses.
"Nanti penyidikannya sejalan," kata dia.
MS membunuh anaknya yang baru berumur tiga bulan pada Sabtu, 27 April 2019. Kejadian bermula saat isteri pelaku pergi belanja dan meninggalkan buah hatinya di rumah. Pagi itu sekitar pukul 07.00 WIB, di rumah hanya ada pelaku, bayi dan mertua pelaku yang tuna netra. Saat isteri tidak di rumah, pelaku menganiaya si bayi.
Saat kembali ke rumah, isteri pelaku mendapati anaknya lemas dan luka. SK kemudian bertanya kepada pelaku atas kondisi banyinya. "Pelaku menjawab karena kesedek di tenggorokan," ujar Erick.
Bayi itu akhirnya di bawa ke Puskesmas Kebon Jeruk. Namun nyawanya tidak tertolong saat dalam perjalanan. Erick mengatakan, pelaku sempat meminta surat keterangan meninggal dunia anaknya kepada dokter di Puskesmas. Namun, pihak Puskesmas tidak menyetujui permintaan itu lantaran curiga dengan kematian si bayi.
Simak juga :
Kronologi Ayah Bunuh Bayi, Berawal dari Kecurigaan Puskesmas
Pada 29 April 2019, Puskesmas Kebon Jeruk melaporkan kasus tersebut ke Kepolisian. Tidak sampai 1 x 24 jam, polisi lantas menangkap MS di rumahnya.
Atas tindakannya, ayah bunuh bayi tersebut dijerat dengan Pasal 338 subsider Pasal 351 ayat 3 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana serta Pasal 80 ayat 4 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perlindungan Anak. Erick mengatakan, karena pelaku membunuh anak kandungnya, ancaman diperberat hingga maksimal 20 tahun penjara.