TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Umum Perhimpunan Dokter Paru Indonesia (PDPI) Agus Dwi Susanto mengatakan polusi udara yang bersumber dari knalpot kendaraan sama berbahayanya dengan asap dari rokok. Kedua sumber polusi udara itu sama-sama dapat menyebabkan kanker.
Akan tetapi, Agus menjelaskan saat ini hanya empat persen penderita kanker paru-paru di Jakarta yang disebabkan dari polusi udara. "86 persen kanker paru karena rokok dan 4 persen dari polusi udara," kata dia saat konferensi pers di kantor PDPI, Cipinang Bunder, Jakarta Timur, Rabu, 31 Juli 2019.
Rendahnya persentase penderita kanker paru karena polusi udara, menurut Agus, karena pencegahan asap dari kendaraan dapat dilakukan dengan berbagai cara, seperti dengan tidak keluar ruangan atau menggunakan masker saat bepergian. Selain itu, paparan polusi udara di Jakarta saat ini tingkatnya belum sama seperti asap rokok.
"Kalau tingkat polusi udara Jakarta sudah sama seperti asap rokok, mungkin mata kita bakal perih saat keluar ruangan," ujar Agus.
Kualitas udara Jakarta kembali menjadi terburuk atau tidak sehat se-dunia pada Senin pagi, 29 Juli 2019. Berdasarkan data AirVisual, situs penyedia data kualitas udara, indeks kualitas udara Jakarta ada di angka 188 yang berarti tidak sehat. Sebelumnya, AirVisual pada 26 Juni lalu mencatat indeks kualitas Jakarta di angka 206 yang artinya sangat tidak sehat.
Agus memaparkan tingginya polusi udara itu tak akan langsung menimbulkan kanker paru-paru di masyarakat. Sebab, sel terbentuk setelah penumpukan kadar polutan di dalam paru terjadi hingga bertahun-tahun.
Adapun jumlah penderita kanker paru di Jakarta saat ini, kata Agus, terus meningkat setiap tahun. Pada 2010, jumlah penderita kanker paru hanya 581 orang. Namun pada 2018, jumlahnya meningkat menjadi 2.458 orang. Peningkatan ini tak lepas dari meningkatnya jumlah perokok aktif dan pasif serta meningkatnya kadar polusi udara.