TEMPO.CO, Jakarta - Pelaku penyerangan terhadap kantor Bawaslu, Jakarta Pusat, yang berujung kerusuhan 22 Mei lalu dijanjikan memperoleh uang Rp 50 ribu usai aksi. Ini seperti yang terungkap dalam persidangan dengan terdakwa Ardiansyah (22), Dian Masyhur (20), dan Wahyudin (27) di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Selasa 13 Agustus 2019.
Jaksa penuntut umum (JPU), Anggia Yusran, menyebut Ardiansyah diperintahkan oleh Rusdi Munir dan Habib Muhammad Abdurrohman Al Habsyi untuk menyerang kantor Bawaslu. Sebab, mereka tak puas dengan hasil Pemilu 2019. "Terdakwa akan mendapatkan uang Rp 50 ribu apabila berhasil," kata Anggia seperti tertulis dalam dakwaan, Selasa, 13 Agustus 2019.
Iming-iming uang tak hanya dialami Ardiansyah. Seorang bernama Irfan Akbar alias Firman mengajak terdakwa bernama Dian untuk mengikuti demonstrasi Kedaulatan Rakyat di depan Gedung Bawaslu pada 22 Mei. Firman membujuk Dian dengan uang Rp 50 ribu apabila ikut demonstrasi. Anggia tak merinci latar belakang pemberi uang tersebut.
Dian manut dan mengajak terdakwa lain, Wahyudin. Keduanya lalu berangkat ke Gedung Bawaslu. Mereka melewati jalan layang alias flyover Slipi Jaya dan melihat kerumunan massa. Rupanya polisi sedang menghadang massa kala itu.
Dian pun panik dan lari ke sebuah gang. Sementara Wahyudin terkena gas air mata sehingga ikut 'ngacir' ke gang yang sama. Polisi kemudian menangkap keduanya. "Diamankan oleh petugas polisi selanjutnya dibawa ke Polres Jakarta Barat," ucap Anggia.
Hari ini ketiganya menjalani sidang perdana dengan agenda pembacaan dakwaan. Perkara mereka menjadi satu dengan delapan terdakwa lain. Itu artinya, dalam satu perkara terdapat 11 terdakwa. Delapan terdakwa lain, kata Anggia, tak diiming-imingi uang.
Mereka semua didakwa kejahatan terhadap ketertiban umum. Perkaranya teregistrasi nomor 1284/PID.B/2019/PN JKT.BRT pada 1 Agustus 2019. Untuk kasus ini, polisi menyertakan salah satu barang bukti berupa dua unit bus dinas Brimob dengan nomor polisi 142005-14 dan 14297-14 yang terbakar.