TEMPO.CO, Tangerang - Cerita dibalik terbongkarnya praktik joki dalam ujian sertifikasi barang dan jasa oleh Lembaga Kebijakan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah (LKPP) berawal dari pengawas ujian yang mencurigai salah satu pejabat Kota Tangerang yang keluar masuk ruangan saat ujian.
Sejumlah sumber Tempo yang juga peserta ujian menceritakan kalau salah satu peserta dari 28 orang pejabat itu berinisial MT yang meminta ijin sampai tiga kali kepada pengawas ujian. "Jadi MT ini izin ke toilet, lalu izin lagi keluar sampai tiga kali. Rupanya saat ditinggalkan, kursor di layar komputer itu bergerak sendiri. Pengawas curiga begitu dia kembali diminta tangannya pegang tetikus (mouse), ternyata tanpa diklik kursor jalan memilih jawaban," kata TS kepada Tempo, Sabtu, 28 September 2019.
TS sendiri termasuk 28 pejabat eselon III yang mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi itu di Bandung, Jawa Barat. Namun dia mengaku tidak satu ruang dengan MT pada saat ujian. "Beda gelombang, tapi begitulah awal ketahuan soal dikerjakan dengan cara hanya pegang tetikus (mouse)," kata dia.
Menurut TS, MT hanya dikenai sanksi enam bulan dan diskualifikasi atas perbuatannya itu. "Dari LKPP tidak boleh ikut ujian selama enam bulan dan diskualifikasi, jadi dia tidak terima sertifikasi," ujarnya.
Sementara itu, sebanyak 27 pejabat lain belakangan sertifikasinya dicabut dan di-blacklist seumur hidup LKPP tidak boleh mengikuti sertifikasi barang dan jasa lagi.
LKPP sebelumnya membongkar praktek joki dalam ujian sertifikasi pengadaan barang dan jasa. Kepala LKPP Roni Dwi Susanto menyatakan pihaknya menemukan ada 28 pejabat Kota Tangerang yang terlibat dalam praktek itu.
Roni mengatakan terungkapnya praktek joki dalam proses sertifikasi bagi pejabat tersebut setelah LKPP melakukan investigasi dengan menempatkan petugas untuk menyamar sebagai peserta. "Dan kami berhasil mengindentifikasi ada beberapa orang yang menggunakan joki," kata dia. Tindakan pelanggaran integritas ini ditemukan di beberapa Lembaga Penyelenggara Pelatihan Pengadaan (LPP) di Bandung, Jawa Barat yang ditunjuk LKPP.
TS juga mengungkap proses ujian yang diikutinya bersama 27 pejabat Kota Tangerang eselon III lainnya. Menurut dia, justru penyelenggaraan ujian sertifikasi itu menggunakan bantuan tetikus dan kursor yang menjawab soal ujian. "Itu di luar dugaan saya, meski sejak awal diarahkan penyelenggara," kata dia.
Para peserta, kata TS, harus mengikuti sistem tersebut. "Jadi sebelum ujian penyelenggara memberitahu akan ada dua bentuk soal. Plan A yang harus dipelajari dan dikerjakan sendiri. Dan plan mouse artinya jika muncul soal demikian maka peserta hanya memegang tetikus (mouse ) tanpa mengeklik karena kursor jalan memilih jawaban sendiri," ujarnya.
TS sendiri mengatakan pada malam sebelum ujian berlangsung, ia belajar serius. "Hampir subuh saya selesai pelajari dari bank soal. Tapi begitu di meja ujian yang keluar plan mouse. Ya kan saya ikuti arahan," kata dia.
Menurut TS, saat ia mengetahui jawaban soal sesuai kemampuannya, namun bisa jadi berubah dalam sistem. "Tapi karena terikat sistem tadi begitu soal muncul (plan mouse) ya saya sesuai arahan hanya memegang mouse saja (pura-pura mengerjakan yang ngeklik otomatis kursor di layar komputer)," ujarnya.
Rombongan TS pun dinyatakan lolos. Dalam sesi ujian itu ke-28 pejabat Kota Tangerang itu tidak dalam satu ruangan sama.
TS sendiri mengatakan telah menerima surat pencabutan sertifikat itu dari LKPP. Setelah membaca isinya, ia pun tak menyimpan surat itu lagi.
TS mengatakan telah membayar sekitar Rp 10 juta dari uang pribadinya untuk mengikuti pelatihan dan ujian sertifikasi barang/jasa itu kepada penyelenggara LPP itu. Sertifikasi barang/jasa itu ia tempuh karena Pemerintah Kota Tangerang mensyaratkan wajib bagi pejabat eselon III yang juga sebagai Pejabat Pembuat Komitmen (PPK).
Dihubungi terpisah, Kepala Badan Kepegawaian dan Pengembangan Sumber Daya Manusia (BKPSDM) Kota Tangerang Akhmad Lutfi mengatakan sejak tahun 2018 lalu, seluruh pejabat eselon III di Kota Tangerang diwajibkan memiliki sertifikasi barang dan jasa. "Jika tidak punya, tunjangan dipotong 25 persen," kata dia. Pemotongan itu berlaku sejak Perwal diterbitkan pada 2018.
Saat ini, sudah ada 495 aparatur sipil negara (ASN) di Kota Tangerang yang telah memiliki sertifikasi barang/jasa itu.