TEMPO.CO, Jakarta - Maspupah, 53 tahun, ibunda dari Maulana Suryadi, mengatakan diberi uang Rp 10 juta oleh polisi. Maulana adalah pemuda yang tewas saat kerusuhan buntut demonstrasi pelajar di DPR RI pada Rabu malam, 25 September 2019. Kapolri Jenderal Tito Karnavian menyebutnya berasal dari kelompok perusuh yang meninggal diduga kekurangan oksigen terkena gas air mata.
Uang Rp 10 juta tersebut diterima polisi saat Maspupah diantar mengambil jenazah putranya yang berusia 23 tahun itu di Rumah Sakit Polri Kramat Jati, Jakarta Timur, pada Kamis malam, 26 September. “Kata polisi untuk mengurus mayat,” ujarnya.
Tempo menemui Maspupah di kawasan pertokoan Pasar Tanah Abang, Jakarta Pusat, Rabu, 2 Oktober 2019. Dia mengungkap kronologis sejak Maulana, seorang juru parkir di Tanah Abang, pamit ikut demonstrasi pelajar STM itu hingga delapan polisi datang ke rumahnya mengabarkan kematian anak sulungnya itu.
Maspupah, 53 tahun, orang tua Maulana Suryadi, saat ditemui di Pasar Tanah Abang, Jalan Jatibaru 15, Tanah Abang, Jakarta Pusat, pada Rabu, 2 Oktober 2019. Maulana adalah korban tewas dari bentrokan yang terjadi usai demonstrasi pelajar STM di DPR RI pada 25 September 2019. Tempo/Adam Prireza.
Maspupah mengisahkan bersama dua anaknya, Maulana Rizky dan Marissa Febrianti, diajak polisi menengok jenazah Maulana di RS Polri pada Kamis malam itu. Berangkat menggunakan dua mobil, polisi sempat berhenti di sebuah restoran untuk makan malam. Maspupah ditawari makan tapi menolak.
Kepala Bidang Humas Polda Metro Jaya membenarkan pemberian uang tersebut. Dia menerangkan, uang itu bersifat santunan untuk Maspupah yang sedang berduka. “Apakah polisi tidak boleh kasih apresiasi orang yang kedukaan? Kalau boleh, ya sudah,” ujar Argo lewat pesan pendek, Kamis, 3 Oktober 2019.
Argo sekaligus menegaskan polisi tidak melakukan tindak kekerasan penyebab kematian Maulana. Menurut Argo, Maspupah melihat sendiri kondisi jenazah anaknya dan menolak otopsi.
“Karena memang anaknya (Maulana) mempunyai riwayat sesak napas. Ada pernyataan di atas materai 6000,” katanya menuturkan.
Pernyataan Argo senada dengan yang pertama diberikan Kapolri Jenderal Tito Karnavian. Dalam konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, Kamis, 26 September 2019, Tito menyebut Maulana sebagai perusuh. "Bukan pelajar dan mahasiswa. Informasinya sementara ini yang bersangkutan meninggal dunia," katanya sambil membantah korban tewas akibat tindakan represif polisi.
Menkopolhukam Wiranto, Kapolri Jenderal Tito Karnavian, Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto, Mendagri Tjahjo Kumolo, dan Kepala BSSN Hinsa Siburian, saat konferensi pers di Kantor Kemenkopolhukam, di Jalan Medan Merdeka Barat, Jakarta Pusat, Kamis, 26 September 2019. Tempo/Egi Adyatama
Sebelumnya, kepada Tempo, Maspupah mengatakan masih tidak percaya anaknya tewas karena sesak nafas. Dasarnya, wajah Maulana bengkak dan darah yang terus mengalir dari hidung dan kuping.
“Saya masih syok. Sempat pingsan berkali-kali," katanya sambil membenarkan putrinya diminta membuat surat pernyataan kalau Maulana Suryadi meninggal karena asma dan ditandatanganinya. "Tapi saya tidak ingat isinya seperti apa karena saat itu saya sangat panik dan kaget.”
KOREKSI:
Artikel ini diubah pada Jumat 4 Oktober 2019, Pukul 18.10 WIB, untuk memperjelas sejak awal bahwa identifikasi 'perusuh' berasal dari Kapolri Tito Karnavian. Terima kasih