TEMPO.CO, Jakarta - Tersangka kasus bom ikan Abdul Basith menyebutkan nama Soenarko terlibat dalam perencanaan bom saat aksi Mujahid 212. Polda Metro Jaya belum berencana memanggil Mantan Komandan Jenderal Komando Pasukan Khusus yang terakhir berpangkat Mayor Jenderal tersebut.
"Nanti kita cek saja bagaimana berkas perkaranya, nanti kita tunggu di pengadilan. Nanti kita lihat bersama," ujar Kabid Humas Polda Metro Jaya Komisaris Besar Argo Yuwono saat ditanya soal keterlibatan Soenarko di kantornya, Kamis, 10 Oktober 2019.
Dalam wawancara dengan Majalah Tempo, Abdul Basith mengungkapkan bahwa rencana pemboman itu dibuat di kediaman Soenarko di Ciputat, Tangerang Selatan pada 20 September 2019.
Menurut Basith, rapat di rumah Soenarko dihadiri oleh sekitar 15 orang. Rapat itu digelar di meja bundar sementara Basith mengaku tak semeja dengan mereka dan hanya mendengarkan pembicaraan itu. Dosen IPB tersebut mengatakan bahwa Soenarko sebagai orang yang menyampaikan perlunya membuat ledakan.
"Rapat di sini, perlu dibuat letusan dan ledakan," kata Abdul saat ditemui Tempo di Polda Metro Jaya, 2 Oktober 2019. "Pak Soenarko bilang letusan, ledakan dan bom."
Bom itu, lanjutnya, untuk menyerang etnis Cina yang tinggal di Indonesia. Rapat mulanya ingin membahas evaluasi dan rencana demonstrasi yang akan datang.
Rapat itu juga dihadiri oleh Laode Sugiono yang menyanggupi untuk menyiapkan bahan peledak. Laode menghadiri pertemuan bersama Mulyono Santoso. Polisi juga sudah menetapkan Laode tersangka. Abdul nengaku baru kenal keduanya di pertemuan tersebut.
"Laode menyanggupi mengadakan pembuatan, mendatangkan, pembuat ledakan," ujarnya.
Sebelumnya, Argo mengatakan Abdul Basith berperan sebagai penyedia dana untuk mendatangkan perakit bom ikan dari Papua dan Ambon. Dia menjelaskan bom yang disita bukan molotov, melainkan bom ikan. Bom berjumlah 29 buah berisi paku itu disimpan di rumah Abdul Basith. Abdul Basith telah ditetapkan sebagai tersangka bersama sembilan orang lainnya berinisial S alias L, JAF, OS, NAD, AL, SAM, YF, ALI, dan FEB.
Kepada Majalah Tempo, Soenarko, membantah pernyataan Abdul Basith. Dalam wawancara Majalah Tempo edisi 5 Oktober 2019, Soenarko mengklarifikasi pertemuan bukan rencana pengeboman.
"Itu (pertemuan) sebatas silaturahim dengan para tamu. Ini biasa dilakukan kepada setiap tamu yang datang ke tempat saya," ujarnya.