TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Daerah DKI Jakarta, Prasetio Edi Marsudi mengatakan pembahasan Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah 2020 berjalan lambat akibat persoalan transparansi dari Pemerintah Provinsi DKI Jakarta. Menurut dia, hingga saat ini, tak ada satu pun anggota DPRD yang menerima rincian Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara atau KUA PPAS 2020 secara lengkap.
“Dalam waktu dekat, saya akan menyurati Gubernur (Anies Baswedan) meminta dokumen itu (rincian KUA PPAS 2020) dibuka. Agar kami bisa bahas bersama dan bisa disahkan sesuai dengan ketentuan,” kata Prasetio di Gedung DPRD DKI Jakarta, Rabu, 6 November 2019.
Akibat persoalan itu, kata Prasetio, rapat anggaran di setiap komisi juga berjalan lambat dan penuh interupsi. Hal ini karena para anggota legislatif baru menerima rincian KUA PPAS 2020 beberapa menit sebelum rapat pembahasan di setiap komisi dimulai. Sehingga, rapat di komisi harus menyisir satu per satu detil anggaran yang diajukan.
Pemprov DKI Jakarta, di bawah kepemimpinan Anies, tak lagi mengunggah dokumen KUA PPAS ke website apbd.dkijakarta.go.id. Dokumen tersebut baru akan dipublish ke masyarakat usai penetapan APBD bersama DPRD.
Rincian anggaran KUA PPAS 2020 pun menjadi polemik sejak DPRD dan Pemprov DKI Jakarta mulai menggelar rapat pembahasan secara marathon di setiap komisi, dua pekan lalu. Satu per satu komisi DPRD mempersoalkan rincian anggaran Satuan Kerja Perangkat Daerah (SKPD) yang dinilai terlalu besar dan tak realistis. Beberapa anggaran tersebut kemudian mengalami revisi mulai dari pemotongan hingga penghapusan.
Di tengah isu tak transparan itu, muncul juga sejumlah anggaran yang dinilai janggal. Di antaranya anggaran pengadaan lem aibon untuk Sekolah Dasar di Suku Dinas Pendidikan Jakarta Timur senilai Rp 82,8 miliar hingga anggaran konsultan program penataan kampung kumuh atau Community Action Plan (CAP) Rp 566 juta per rukun warga.
Sekretaris Jenderal Sekretariat Nasional Forum Indonesia untuk Transparansi Anggaran (Seknas Fitra), Misbah Hasan menilai, pembahasan KUA PPAS 2020 rentan kesusupan anggaran janggal. Menurut dia, tertutupnya akses informasi bagi masyarakat dan mepetnya waktu pembahasan membuka ruang lolosnya anggaran ‘siluman’. “Anggota dewan membahas terburu-buru dan masyarakat tak bisa mengakses informasi. Ini aneh. Padahal masyarakat punya hak untuk mengetahui anggaran itu,” kata Misbah.