TEMPO.CO, Jakarta - Warga Manggarai, Jakarta Selatan, yang berada di RT 02/RW 12, mengajukan gugatan keberatan konsinyasi kepada pemerintah. Gugatan ditujukan kepada Kementerian Perhubungan cq Balai Teknik Perkeretaapian Wilayah Jakarta-Banten soal kelayakan ganti rugi penggusuran di proyek double-double track.
Gugatan tersebut terdaftar dengan nomor 1098/Pdt.G/2019/PN.JKT.SEL dan sidangnya telah berlangsung di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan. LBH GP Ansor Pusat yang merupakan kuasa hukum warga menyatakan ada prosedur yang diabaikan oleh pemerintah di proyek kereta double-double track.
"Ada prosedur-prosedur yang diabaikan oleh termohon termasuk soal konsinyasi ganti rugi,” ujar anggota tim LBH GP Ansor Pusat, Hamzah, dalam keterangan tertulis, Kamis, 23 Januari 2020.
Menurut dia, gugatan diajukan atas putusan pengadilan Nomor 04/Pdt.P/CONS/2019/PN.Jkt.Sel. 10 Desember 2019. Dalam penetapan itu, warga Manggarai akan terdampak proyek double-double track atau jalur dwiganda Manggarai-Cikarang dan akan diberikan ganti rugi oleh termohon. Namun, ternyata ganti rugi yang diberikan nilainya dianggap tak layak.
Hamzah menyatakan ganti rugi yang diminta oleh termohon dalam putusan itu hanya bernilai rata-rata Rp 3,3 juta. "Sedangkan nilai yang diminta warga sebesar Rp 20 juta," tuturnya.
Hamzah menambahkan, Kementerian ternyata mengajukan permohonan penetapan ganti rugi atas tanah yang bukan miliknya, melainkan yang diklaim milik PT KAI. Sehingga, kata dia, warga menilai Kementerian Perhubungan tak mempunyai legal standing untuk menggusur dan atau memberikan penawaran ganti rugi.
Dalam permohonan penetapan konsinyasi, lanjut Hamzah, disebutkan alasan penggusuran ditujukan untuk proyek double-double track Manggarai-Cikarang. Namun faktanya, menurut dia, penyediaan lahan untuk proyek jalur dwiganda itu telah selesai dilaksanakan. "Dan dalam persidangan diperoleh fakta tanah dan bangunan warga RT 02/RW 012 Manggarai, tidak dilewati proyek double-double track," kata dia.
Hamzah menuturkan warga justru curiga bahwa lahan itu bukan untuk proyek double-double track melainkan diperuntukkan untuk kawasan komersial berupa Transit Oriented Development (TOD). Selain itu, sebut dia, warga tidak pernah diajak musyawarah ihwal ganti rugi dan KJPP yang ditunjuk oleh Kementerian Perhubungan. "Tidak pernah melakukan pengukuran langsung ke lapangan atas tanah dan bangunan warga," kata dia.
M YUSUF MANURUNG