TEMPO.CO, Jakarta -Direktur Riset Demokrasi dan Kesejahteraan Sosial (Indeks) Arif Hadiwinata mengatakan kota-kota terdampak pandemik Covid-19 seperti Jakarta, seharusnya sudah mulai membangun ekosistem untuk memberi peluang bagi pekerja yang terkena pemutusan hubungan kerja (PHK) sementara maupun permanen.
Menurut Arif dalam siaran pers, ekosistem harus segera dibangun mengingat tingkat kebebasan pekerja masih di bawah rata-rata pekerja global, bahkan cenderung semakin turun.
Hasil riset menunjukkan iklim kebebasan ketenagakerjaan Indonesia berada dalam status mostly unfree dengan skor 50,3. Tahun 2019, status merosot menjadi repressed seiring penurunan skor menjadi 49,3. Tahun 2020, skor kebebasan ketenagakerjaan Indonesia makin turun ke 49,2, yang berarti makin terpuruk dalam status repressed atau menempati peringkat ke-145 dari 184 negara.
"Indeks ini antara lain merujuk pada bagaimana setiap orang bisa secara bebas menawarkan potensi dirinya di pasar kerja, menetapkan harga yang seharusnya dibayar pihak lain untuk memanfaatkan potensi dirinya dan memutuskan apakah ia menerima atau menolak pihak lain yang membutuhkan potensi dirinya. Kalau ukuran-ukuran semacam ini rendah, artinya kita dituntut segera memperbaiki aturan,’’ kata Arif.
Menurut Dosen Ekonomi UIN Jakarta ini, rendahnya iklim kebebasan ketenagakerjaan menciptakan iklim investasi yang buruk. Investasi buruk pada akhirnya akan berakibat langkanya lapangan kerja dan akibatnya meningkatkan pengangguran.
Dengan koreksi mendalam dari IMF terkait estimasi pertumbuhan ekonomi Indonesia tahun 2020 hingga 0,5 persen, total pengangguran diperkirakan mencapai angka 10,16 juta pada 2020.
"Tingginya pengangguran akan menghantui perekonomian nasional ke depan. Pemerintah harus secepatnya mengeluarkan kebijakan yang dapat menampung mereka melalui penciptaan lapangan pekerjaan yang banyak,” kata Arif lagi.