TEMPO.CO, Jakarta - Firman Chandra selaku kuasa hukum Aulia Kesuma dan Geovanni Kelvin Oktavianus menyebutkan tuntutan hukuman mati yang disampaikan jaksa terhadap kliennya terlalu sadis.
"Kami melihat tuntutannya terlalu sadis, terlalu berat," kata Firman seusai persidangan di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan, Kamis, 4 Juni 2020.
Firman berkeyakinan sesuai fakta persidangan bahwa ada hal-hal yang meringankan bagi Aulia dan Geovanni terutama terkait aktor intelektual dari pembunuhan berencana terhadap Edi Candra Purnama dan anaknya Muhammad Adi Pradana.
Ia juga kecewa dengan tidak dihadirkannya Aki, terdakwa lainnya yang sampai saat ini masih masuk daftar pencarian orang (DPO).
"Inilah dari awal kami sedikit kecewa, kenapa Aki tidak bisa dihadirkan baik oleh penyidik maupun JPU, ada apakah?, akhirnya ada cerita yang tidak utuh," kata Firman.
Firman menyebutkan, ide-ide dasar pembunuhan berencana bermula dari Rody Saputra Jaya yang menerima curahan hati Aulia karena kesulitan keuangan untuk membayar utang-utang bank sekitar Rp200 juta per bulan, sementara suaminya tidak membantu.
Ia menyayangkan juga terdakwa Rody tidak menyarankan Aulia untuk bercerai atau berpisah, karena melihat upaya-upaya pembunuhan dilakukan dengan cara menyantet dan ditembak tidak berhasil dilakukan di awal.
Dalam fakta persidangan sebagaimana disampaikan saksi Karsini, terdakwa perkara yang sama, mengatakan bahwa Rody memiliki rekam jejak melakukan tindak pidana menyantet orang.
"Disampaikan oleh JPU bahwa Rodi pernah melakukan tindak pidana dan berhasil menyantet mantan suaminya Karsini. Akhirnya Karsini mempercayai Rodi karena sudah punya rekam jejak," kata Firman.
Pada pembelaan yang akan dibacakan di persidangan Senin, 8 Juni 2020, Firman mengatakan akan mencoba mengetuk hati nurani Majelis Hakim untuk memberikan keadilan kepada Aulia.
Menurut dia, Aulia memiliki seorang anak berusia 4 tahun buah perkawinannya dengan korban Edi Candra Purnama. Selain itu, Aulia juga menyesali perbuatannya di hadapan majelis hakim maupun JPU.
"Semoga itu menjadi hal yang meringankan," kata Firman.
Sementara itu, pihak keluarga korban Edi Candra Purnama dan Muhammad Adi Pradana menilai tuntutan JPU sudah sesuai dengan dakwaannya, dan memenuhi rasa keadilan bagi keluarga yang ditinggalkan.
"Ini masalah keadilan, ini konsekuensi nya sesuai tuntutan hukum yang berlaku, sesuai dakwaan yang dibacakan JPU. Sebagaimana tuntutan JPU, tidak ada alasan pemaaf dan pembunuhan sudah direncanakan dengan sadis," kata Nani Sadili kakak korban.
Kasus pembunuhan berencana terhadap Edi Candra Purnama (54) alias Pupung Sadili dan anak Muhammad Adi Pradana (24) terjadi akhir Agustus 2019. Saat itu Aulia terdesak utang oleh pihak bank. Pada akhirnya Aulia memiliki niat untuk menghabisi atau membunuh Pupung dan anak tirinya.
Aulia melakukan pembunuhan ayah dan anak itu dengan cara diracun terlebih dahulu, lalu dimasukkan ke dalam mobil dengan maksud dibuang dan dibakar sebelum diterjunkan ke jurang di wilayah Sukabumi, Jawa Barat.
Dalam aksinya Aulia dibantu oleh putranya Geovanni Kelvin Oktavianus, serta dua orang eksekutor yang dibayar untuk menghabisi nyama suami beserta anak tirinya yakni Kusmanto dan Muhammad Nursaid.
Selain itu, juga ada tersangka lainnya Karsini, Rody Saputra Jaya dan Suprianto yang ikut membantu Aulia merencanakan pembunuhan.