TEMPO.CO, Jakarta - Ketua Komisi B Bidang Perekonomian DPRD DKI Jakarta, Abdul Aziz, mengingatkan pemerintah DKI meninjau dulu kemampuan untuk menindak pelanggar ketika sistem ganjil genap berlaku. Saat ini, dia menilai, pemerintah DKI memiliki keterbatasan menghukum pelanggar.
"Kalau memang kita punya kemampuan yang cukup untuk bisa mengontrol, ya silakan-silakan saja, tapi kenyataannya kan tidak. Berarti kebijakannya yang harus disesuaikan," kata Abdul saat dihubungi, Senin, 8 Juni 2020.
Selain keterbatasan menindak, pemerintah DKI juga dianggap belum mampu menyosialisasikan aturan dengan baik kepada masyarakat. Sementara warga, Abdul melanjutkan, juga belum menyadari risiko dari berkerumun yang berpotensi menularkan virus.
Dia tak sepakat jika pemerintah menerapkan ganjil genap di tengah pandemi Covid-19. Adul khawatir warga justru berbondong-bondong memadati transportasi umum ketika bepergian dengan kendaraan pribadi dibatasi. Alhasil, ketentuan agar jumlah penumpang di transportasi umum maksimal 50 persen dari kapasitas tak bisa terwujud.
"Menggunakan kendaraan pribadi relatif lebih aman daripada menggunakan kendaraan umum. Apalagi saya mendapat laporan banyak, kendaraan umum itu justru berjejal-jejal sdh mulai kondisi seperti normal, orang sudah menggunakannya," jelas politikus Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini.
Sebelumnya, Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengatur soal kebijakan ganjil genap untuk motor dan mobil di masa Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB) transisi. Dasar hukumnya tertuang dalam Peraturan Gubernur Nomor 51 Tahun 2020 tentang Pelaksanaan PSBB Pada Masa Transisi Menuju Masyarakat Sehat, Aman dan Produktif.
Menurut Anies, kebijakan ganjil genap bakal diterapkan pemerintah jika jumlah warga yang keluar rumah tidak terkendali. Penerapannya juga menunggu diterbitkan Keputusan Gubernur.