TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum Djoko Tjandra, Andi Putra Kusuma mengaku telah proaktif meminta kliennya agar hadir dalam persidangan Peninjauan Kembali atau PK kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali.
"Dia wajib hadir dengan segala konsekuensinya, jadi itulah jalan yang memang harus ditempuh kalau untuk memperjuangkan kebenaran," kata Andi di Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada Senin, 20 Juli 2020.
Walau begitu, Djoko Tjandra nyatanya kembali tidak hadir di sidang hari ini. Dia juga tidak hadir dalam dua sidang sebelumnya, yakni pada pada 29 Juni dan 6 Juli 2020.
Andi mengatakan, Djoko Tjandra tidak hadir karena sakit. Menurut dia, dokter menyarankan kliennya agar tetap beristirahat. Namun menurut Andi, Djoko Tjandra tetap berkeinginan hadir ke persidangan walau sakit.
"Majelis hakim memberikan kesempatan terakhir kepada beliau di hari ini, sementara kondisi beliau belum pulih tapi hari ini adalah kesempatan terakhir. Maka dia memohon untuk bisa dilakukan (persidangan) secara teleconference," kata Andi.
Sementara itu, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan menolak usulan teleconference dari kuasa hukum Djoko Tjandra. Hakim lantas menunda sidang hingga 27 Juli 2020 dengan agenda meminta jaksa penuntut umum memberikan tanggapan atas permohonan Joko Tjandra.
Djoko merupakan terdakwa kasus pengalihan hak tagih atau cessie Bank Bali senilai Rp 904 miliar yang ditangani Kejaksaan Agung. Pada 29 September 1999 hingga Agustus 2000, Kejaksaan pernah menahan Joko Tjandra. Tapi, hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan ia bebas dari tuntutan karena perbuatan itu bukan perbuatan pidana melainkan perdata.
Pada Oktober 2008, Kejaksaan mengajukan PK terhadap kasus ini ke Mahkamah Agung. Pada 11 Juni 2009, Majelis Peninjauan Kembali MA menerima PK yang diajukan jaksa. Hakim memvonis Djoko 2 tahun penjara dan harus membayar Rp 15 juta. Uang milik Joko di Bank Bali sebesar Rp 546,166 miliar dirampas negara.
Djoko Tjandra kabur dari Indonesia ke Port Moresby, Papua Nugini pada 10 Juni 2009, sehari sebelum MA mengeluarkan putusan perkaranya. Kejaksaan lantas menetapkan Djoko sebagai buronan. Belakangan, Djoko Tjandra mengajukan PK secara langsung ke PN Jakarta Selatan pada 8 Juni 2020.