TEMPO.CO, Jakarta - Dinas Kesehatan DKI Jakarta mengungkap salah satu faktor munculnya klaster perkantoran Covid-19 adalah saat jam istirahat dan waktu karyawan pulang kerja.
"Untuk klaster perkantoran, saat kami tracing di lapangan ada hal yang menarik, banyak kantor yang sudah bagus melakukan protokol kesehatan tetapi pada saat jam istirahat, saat pulang, pada saat makan siang bersama-sama dan membuka masker dalam keadaan bersama sehingga terjadi penularan," ujar Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta, Widyastuti dalam diskusi daring, Kamis 6 Agustus 2020.
Padahal kata Widyastuti di perkantoran sudah menerapkan protokol kesehatan, namun saat karyawan istirahat atau dalam perjalan pulang lupa menerapkan protokol kesehatan dan berakibat tertular Covid-19. "Ini berisiko adanya epicenter baru di perkantoran," ujarnya.
Widyastuti menyebutkan munculnya klaster perkantoran juga seiring dengan dilonggarkannya kebijakan kerja dari rumah dan membolehkan perkantoran untuk mulai buka. Namun kata dia dalam Peraturan Gubernur DKI nomor 51 2020 telah diatur bahwa kapasitas kantor hanya diizinkan 50 persen.
Widyastuti menyatakan untuk memutus rantai penularan di perkatoran, kantor yang sudah terpapar Covid 19 akan dilakukan penutupan jika ditemukan dua kasus. Penutupan akan dilakukan selama tiga atau empat hari, selama ditutup kantor akan disemprot disinfektan untuk sterilisasi.
Widyastuti mengingatkan warga untuk tetap menjalankan prokotol kesehatan terutama menggunakan masker, mencuci tangan dan menjaga jarak, karena saat ini kasus penularan Covid-19 di Jakarta mengalami kenaikan.
Hal tersebut terlihat dari angka positivity rate atau persentase penularan Covid di Jakarta meningkat dalam satu bulan terakhir.
Widyastuti menyebutkan pada bulan lalu saat DKI memutuskan PSBB memasuki fase transisi positivity rate Covid-19 di bawah 5 persen sesuai dengan standar WHO. Sedangkan saat ini kata dia secara akumulatif rasio positif DKI naik 5,5 persen.
Bahkan rata-rata per minggu positivity rate Jakarta saat ini 7,4 persen. "Ini sudah melampaui standar WHO, artinya kita harus lebih waspada," ujarnya.