TEMPO.CO, Jakarta - Anggota DPRD DKI Jakarta dari Partai Gerindra, Syarif, menganggap sulit jika Jakarta kembali menerapkan Pembatasan Sosial Berskala Besar atau PSBB. Menurut dia, pemerintah DKI harus memikirkan dengan matang jika akan menghentikan PSBB transisi.
"Sangat muskil, sulit, rumit. Apa yang mau dikembalikan lagi? Wong infrastrukturnya juga belum mendukung," kata dia saat dihubungi, Kamis, 20 Agustus 2020.
Infrastruktur yang belum mendukung itu di antaranya aspek penegakan protokol kesehatan Covid-19. Ia mencontohkan masih banyak pengunjung mal yang mengabaikan protokol kesehatan.
"Ada razia masker. Efektivitasnya di mana? Saya kemarin ke mal di kawasan Casablanka misalnya, itu bebas aja tuh orang," kata Sekretaris Komisi D Bidang Pembangunan DPRD ini. Walau begitu, Syarif tak menyalahkan pemerintah.
Dia menganggap masyarakat mengabaikan protokol kesehatan dan masifnya penularan Covid-19. Untuk itu, perlu ada terapi kejut atau shock therapy. Namun, menarik rem darurat atau emergency brake policy, sehingga Jakarta kembali lagi ke masa PSBB bukan solusi.
"Kalau dikembalikan ke PSBB awal juga akan merontokkan ekonomi yang sudah mulai menggeliat, turun lagi. Nanti kita kena krisis lagi," jelas dia.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memutuskan melonggarkan PSBB atau disebut PSBB transisi mulai 5 Juni 2020. Aktivitas sosial dan ekonomi pun berangsur pulih lagi.
Pelonggaran ini berbanding lurus dengan melonjaknya pasien positif Covid-19. Angka penambahan kasus positif Covid-19 kini rata-rata 500 orang per hari.