TEMPO.CO, Jakarta - Epidemiolog dari Griffith University Australia Dicky Budiman mengatakan kasus Covid-19 yang rendah di Jakarta menandakan ada perkembangan baik dalam penanganan pandemi. Namun Pemerintah Provinsi DKI tetap perlu mewaspadai potensi ledakan kasus di gelombang ketiga.
Alasannya, Jakarta merupakan Ibu Kota Indonesia yang secara otomatis menjadi pusat kegiatan masyarakat, baik dalam konteks sosial, ekonomi, maupun politik. Di balik baiknya pengendalian pandemi, Dicky menyebut DKI Jakarta paling rawan terjadi ledakan gelombang ketiga Covid-19.
"Karena di Jakarta orang keluar masuk dari berbagai daerah. Itu yang membuat Jakarta bisa terdampak gelombang ketiga," ujar Dicky lewat pesan pendek pada Senin, 11 Oktober 2021.
Selain itu, kondisi menurunnya kasus Covid-19 di Jakarta belum dapat dikatakan tetap. Alasannya, penurunan kasus itu masih berlangsung kurang dari dua pekan.
"Kalau sudah menetap 28 hari, perubahan atau kondisi itu, apakah tidak ada kasus atau tidak ada kematian, nah, itu yang sudah bisa memberi confidence. Bahwa ada perubahan yang sifatnya signifikan atau menetap," tutur epidemiolog itu.
Kondisi pandemi Covid-19 di Jakarta saat ini sudah lebih baik daripada beberapa bulan lalu. Hal itu dilihat dari penambahan kasus Covid-19 harian di Ibu Kota yang rendah serta persentase hasil tes positif atau positivity rate di bawah 1 persen.
Teranyar, pada hari ini, 11 Oktober 2021, Dinas Kesehatan DKI mencatat ada penambahan harian sebanyak 41 kasus konfirmasi positif Covid-19. Angka itu didapat dari tes PCR yang dilakukan terhadap 12.260 orang untuk mendiagnosis kasus baru.
Adapun positivity rate di Jakarta selama sepekan terakhir sebesar 0,7 persen. Angka itu sudah di bawah standar yang ditetapkan oleh WHO, yaitu positivity rate suatu daerah tak boleh lebih dari 5 persen.
Kasus Covid-19 aktif hari ini pun tercatat sebanyak 1.464 orang. Jika dibandingkan dengan kemarin, jumlah itu turun sebanyak 259 kasus.
Baca juga: Ditemukan 41 Kasus Covid-19 Baru di Jakarta, 1.464 Orang Masih Diisolasi