TEMPO.CO, Jakarta - Tanah di Munjul, Pondok Ranggon, Jakarta Timur yang dibeli Perumda Pembangunan Sarana Jaya tidak bisa dipakai untuk membangun hunian DP Nol rupiah.
Jaksa penuntut umum, Kresno Anto Wibowo, mengatakan terdakwa Yoory C. Pinontoan mengetahui hal tersebut, tapi tetap memerintahkan agar sisa penulasan pembelian lahan dibayarkan.
"Terdakwa mengetahui bahwa tanah Munjul tersebut tidak akan bisa dipergunakan untuk membangun proyek hunian rumah DP nol rupiah, namun tetap menyetujui pembayaran sisa pelunasan," kata dia dalam surat dakwaannya.
Sidang perdana Yoory dengan agenda pembacaan dakwaan digelar pada Kamis, 14 Oktober 2021. Eks anak buah Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan itu didakwa merugikan negara Rp 152,5 miliiar dalam korupsi tanah di Munjul.
Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) mendakwa Yoory melakukannya bersama sejumlah pihak lain di antaranya, Anja Runtuwene, Tommy Adrian, Rudy Hartono Iskandar dan PT Adonara Propertindo.
Kresno berujar, lahan tersebut berada di zona hijau dan zona kuning. Selain itu, terdapat bidang tanah yang terletak terpisah dan tidak ada akses masuk ke jalan utama.
Tim investasi Sarana Jaya, tutur dia, menyampikan hasil kajian kepada Yoory pada Juni 2019. Kajian itu memuat bahwa 73 persen lahan Munjul yang dibeli Sarana Jaya dari PT Adonara berada dalam zona hijau rekreasi, jalur hijau, dan prasarana jalan. Hal ini melanggar Pasal 633 Peraturan Daerah DKI Nomor 1 Tahun 2014 tentang Tata Ruang DKI Jakarta.
"Yang pada pokoknya menyebutkan bahwa lahan berzonasi hijau tidak dapat dilakukan pembangunan apalagi menjadi rusunami (rumah susun sederhana milik)," jelas dia.
Yoory justru memerintahkan Indra S. Arharrys dan Yadi Robby agar melengkapi persyaratan pembelian tanah berupa appraisal konsultan penilai pada Juni 2019. Yoory meminta masalah zona hijau dapat teratasi dan nilai tanah disesuaikan dengan harga yang telah dibayar Sarana Jaya.
Sarana Jaya lalu mencairkan pembayaran tahap dua secara bertahap ke rekening Bank DKI atas nama Anja Runtuwene. Nilainya masing-masing Rp 21,79 miliar dan Rp 43,59 miliar.
"Hal ini melanggar ketentuan Pasal 4 Peraturan Gubernur DKI Jakarta Nomor 50 Tahun 2019 mengenai pengadaan barang dan jasa harus mencapai target dan sasaran yang ditetapkan dan dapat dipertanggungjawabkan," jelas Kresno ihwal kasus korupsi yang membelit eks Dirut Sarana Jaya itu.
Baca : Fraksi PDIP Tolak Revisi RPJMD: Banyak Target Anies Baswedan Meleset