TEMPO.CO, Jakarta - Anggota Fraksi PDI Perjuangan DPRD Ida Mahmudah mengkritik Pemprov DKI Jakarta dalam upaya membebaskan lahan di bantaran kali untuk program normalisasi sungai. Menurut Ida, program normalisasi sungai di era Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan ini mentok karena buruknya komunikasi antara warga dengan pemerintah, tak seperti di zaman Basuki Tjahja Purnama atau Ahok.
"Komunikasinya yang kurang, karena apa, Pemprov yang lalu bisa kok, di tempat rawan yang kata orang enggak bisa dibongkar, ternyata bisa, di Manggarai, Kampung Melayu, sekarang kan bagus itu," ujar Ida saat dikonfirmasi, Selasa, 16 November 2021.
Ida menjelaskan, percuma jika Anies Baswedan terjun langsung ke lapangan tapi komunikasi dengan warga terdampak normalisasi masih minim. Ia pun menyarankan agar Anies menggunakan iming-iming lain agar warga mau dipindahkan, seperti yang dulu dilakukan Ahok.
"Saya bilang, dengan cara Gubernur yang lalu. Dikasih perangsang, kasih kompor, kulkas (agar mau relokasi)," ujar Ida.
Lebih lanjut, Ketua Komisi D DPRD DKI Jakarta itu mengatakan, anggaran pembebasan lahan untuk naturalisasi sebesar Rp1 triliun pada APBD 2021 banyak yang tidak terpakai. Penyebabnya, warga banyak yang ogah direlokasi ke Rusun Nagrak di Cilincing, Jakarta Utara.
Ida pun memahami alasan warga menolak relokasi ke sana. Sebab, warga banyak yang sudah nyaman tinggal di pusat kota dan tak mau jika harus tinggal di daerah pinggiran yang jauh dari fasilitas pemerintah. Akibatnya, Rusun Nagrak yang memiliki 14 tower, sampai sekarang hanya terisi dua saja.
Ida pun mendorong Dinas Perumahan Rakyat dan Pemukiman Provinsi DKI Jakarta untuk membangun fasilitas umum di sekitar Rusun Nagrak, seperti pasar dan Puskesmas yang saat ini belum ada. "Lu bikin dong Puskesmas, lalu lintas busway bisa di situ, agar warga kena normalisasi bisa pindah ke sana," kata Ida.
Baca juga: PSI: Normalisasi Mutlak, Satu-satunya Cara Tanggulangi Banjir DKI