TEMPO.CO, Jakarta - Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan menjelaskan alasan di balik keputusannya merevisi besaran kenaikan UMP DKI dari 0,8 persen menjadi 5,1 persen. Anies meminta semua pihak untuk melihat dan menghitung secara objektif soal besaran kenaikan upah minimum provinsi (UMP) DKI 2022.
Menurut Anies, meski dia menaikkan besaran UMP menjadi 5,1 persen, kenaikan tersebut tidaklah setinggi seperti kenaikan tahun-tahun sebelumnya. Pada saat yang sama, revisi ini juga tidak serendah tahun lalu.
"Tahun ini ekonominya sudah bergerak, masak kita masih mau mengatakan 0,8 persen itu sebagai angka yang pas. Ini akal sehat aja nih, common sense," kata Anies Baswedan di pendopo Balai Kota, Jakarta Pusat, Senin, 20 Desember 2021.
Anies sebelumnya mengumumkan revisi kenaikan UMP DKI 2022 menjadi Rp 225.667 atau 5,11 persen. Dengan begitu, UMP DKI 2022 ditetapkan senilai Rp Rp 4.641.854. Sebelumnya, Anies menetapkan UMP 2022 hanya naik Rp 37.749 atau 0,85 persen dari tahun ini menjadi Rp 4.453.935,536.
Mantan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan ini menerangkan, UMP DKI dalam enam tahun terakhir rata-rata naik 8,6 persen. Sementara tahun lalu nilai upah Ibu Kota tergerus di 3,3 persen akibat pandemi Covid-19.
Menurut Anies, tahun ini kondisi perekonomian Jakarta membaik, sehingga diputuskan UMP 2022 naik 5,1 persen. Dia menganggap persentase kenaikan ini terjangkau bagi pengusaha.
"Bayangkan kondisi ekonomi yang sudah lebih baik, pakai formula malah keluar angkanya 0,8 persen. 'Kan itu mengganggu rasa keadilan bukan? Sederhana sekali," kata Anies.
Baca juga: Apindo Akan Gugat Kenaikan UMP DKI, KSPI: Jangan Menyiram Bensin ke Dalam Api