TEMPO.CO, Jakarta - Direktur Eksekutif Lembaga Kajian Strategis Kepolisian Indonesia (Lemkapi), Edi Hasibuan, mengatakan nama baik dua polisi yang menjadi terdakwa penembakan laskar FPI (Front Pembela Islam) harus direhabilitasi setelah hakim memvonis lepas dari tuntutan pidana.
"Atas putusan hakim tersebut, nama baik kedua anggota Polda Metro Jaya itu harus direhabilitasi, dilepaskan dari semua tuntutan dan seluruh barang bukti yang disita dikembalikan," kata Edi dalam keterangan tertulis di Jakarta, Ahad, 21 Maret 2022 dikutip dari Antara.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Jakarta Selatan memutuskan dua polisi yang menjadi terdakwa pembunuhan laskar FPI lepas dari hukuman pidana, meskipun tindak pidananya terbukti, pada Jumat, 18 Maret 2022.
Majelis Hakim berpendapat perbuatan Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda Mohammad Yusmin Ohorella tidak dapat dikenai pidana karena masuk dalam kategori pembelaan sehingga kedua polisi tersebut tidak dapat dihukum dan dilepaskan dari segala tuntutan.
Kedua polisi itu dibawa ke pengadilan atas dakwaan menembak mati enam laskar FPI pada Desember 2020 di jalan tol Cikampek, Jawa Barat. Para korban itu adalah Luthfi Hakim (25), Andi Oktiawan (33), Muhammad Reza (20), Ahmad Sofyan alias Ambon (26), Faiz Ahmad Syukur (22), dan Muhammad Suci Khadavi (21).
Pada persidangan sebelumnya, jaksa menuntut dua polisi itu dengan hukuman pidana enam tahun penjara. "Kami menghormati putusan hakim Pengadilan Negeri Jaksel yang sudah memberikan vonis lepas dari tuntutan jaksa terkait perkara penembakan laskar FPI di Km 50, Tol Cikampek," kata Edi Hasibuan.
Pengajar di Universitas Bhayangkara Jakarta ini menilai putusan hakim itu sudah sesuai dengan pasal 49 KUHP yang isinya mengatur mengenai perbuatan pembelaan darurat atau pembelaan terpaksa (noodweer) untuk diri sendiri maupun untuk orang lain.
YLBHI Anggap Putusan Hakim Janggal
Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Muhammad Isnur menilai ada kejanggalan dalam putusan lepas dua terdakwa penembak empat anggota Laskar FPI karena mengesampingkan temuan Komnas HAM.
“Pertimbangan hakim menurut saya sangat janggal karena pasal pembelaan itu dipakai ketika polisi dalam keadaan yang menjadi korban. Sedangkan dalam kasus ini polisi dalam kondisi menguasai,” kata Muhammad Isnur saat dihubungi setelah sidang vonis terdakwa Briptu Fikri Ramadhan dan Ipda M Yusmin Ohorella, Jumat, 18 Maret 2022.
YLBHI menilai hakim hanya mengandalkan keterangan satu sisi terdakwa, padahal dalam kontruksi di mana tidak ada saksi, maka hakim harus melihat petunjuk dari temuan lain, dalam hal ini temuan Komnas HAM.
Baca juga: Ayah Laskar FPI: Anak Saya Dilubangi Empat Peluru tapi Penembaknya Bebas