TEMPO.CO, Jakarta - Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK) bakal umumkan status pengajuan justice collaborator bekas Kapolres Bukittinggi AKBP Dody Prawiranegara dkk Senin depan. Hal ini disampaikan wakil ketua LPSK Edwin Partogi.
"Insya Allah akan kami putus Senin depan bila tidak ada halangan," kata Edwin kepada Tempo pada Rabu, 7 Desember 2022.
Tiga tersangka kasus peredaran sabu yang melibatkan Irjen Teddy Minahasa, yaitu Dody, Linda dan Arif telah mengajukan diri sebagai justice collaborator pada Senin, 24 Oktober 2022. Adriel Viari Purba selaku pengacara mereka menyatakan bahwa berkas pengajuan telah lengkap.
Dia berharap pengajuan kliennya bisa dikabulkan oleh LPSK. "Karena kasus ini akan semakin terang jika tiga klien kami ini bisa diterima sebagai justice collaborator," ujarnya saat dihubungi pada 13 November 2022.
Adriel mengklaim berkas perkara kliennya sudah memenuhi secara materiil dan formil. Seluruh bukti yang dibutuhkan juga sudah diberikan kepada LPSK.
Kasus peredaran sabu ini diduga melibatkan sejumlah anggota kepolisian, selain Dody Prawiranegara dan atasannya eks Kapolda Sumatera Barat Irjen Teddy Minahasa. Ada juga beberapa tersangka dari masyarakat sipil.
Terhadap permintaan JC Dody, Kuasa Hukum Inspektur Jenderal Teddy Minahasa Putra, Hotman Paris Hutapea meminta LPSK menolak permohonan justice collaborator (JC) yang diajukan AKBP Dody Prawiranegara dan 2 tersangka lain.
Hotman Paris mengklaim barang bukti sabu 5 kilogram yang disebut ditukar dengan tawas oleh kliennya lalu diedarkan itu masih utuh disimpan oleh Kejaksaan Negeri Bukittinggi. Sabu ini bagian dari barang bukti pengungkapan kasus narkoba pada 13 Mei 2022 saat Teddy masih menjabat sebagai Kapolda Sumatera Barat.
"Sebagai bukti persidangan para terdakwa di Bukittinggi," kata Hotman Paris di Polda Metro Jaya, Jumat, 18 November 2022.
Menurut Hotman Paris, barang bukti sabu yang ditemukan di rumah Dody Prawiranegara dan seorang wanita bernama Linda Pujiastuti alias Anita tidak ada hubungannya dengan Teddy Minahasa. Ia menduga keduanya memperjualbelikan barang lain.
"Berarti ada barang yang Teddy tidak tahu. Ini menjadi pertimbangan penting bagi LPSK untuk menolak permohonan justice collaborator Dody, Anita, dan satu lagi," katanya Hotman.
Terhadap permintaan ini, LPSK minta Hotman untuk tidak mencampuri urusan mereka untuk melindungi saksi dan korban.
"Sebaiknya Hotman fokus saja dengan pembelaan terhadap klien. Tak perlu campuri kewenangan LPSK soal perlindungan," kata Edwin melalui pesan singkat kepada Tempo, Jumat 18 November 2022.
Dalam perkara ini, Teddy Minahasa maupun Dody Prawiranegara dan tersangka lain dijerat Pasal 114 ayat (2) subsider Pasal 112 ayat (2) juncto Pasal 132 ayat (1) juncto Pasal 55 Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 dengan ancaman hukuman maksimal hukuman mati atau hukuman minimal 20 tahun penjara.
MUHSIN SABILILLAH
Baca juga: Dikonfrontasi Selama 22 Jam, Dody Prawiranegara Sebut Teddy Minahasa Berbohong