Lupa Kata Sandi? Klik di Sini

atau Masuk melalui

Belum Memiliki Akun Daftar di Sini


atau Daftar melalui

Sudah Memiliki Akun Masuk di Sini

Konfirmasi Email

Kami telah mengirimkan link aktivasi melalui email ke rudihamdani@gmail.com.

Klik link aktivasi dan dapatkan akses membaca 2 artikel gratis non Laput di koran dan Majalah Tempo

Jika Anda tidak menerima email,
Kirimkan Lagi Sekarang

Cerita Rumah Fatmawati 'Tak Mau Dimadu' usai Presiden Sukarno Menikahi Hartini

Reporter

Editor

Sunu Dyantoro

image-gnews
Presiden Sukarno didampingi Ibu Negara Fatmawati menghadiri KTT KAA pertama di Bandung, April 1955. Dok. Paul Tedjasurja
Presiden Sukarno didampingi Ibu Negara Fatmawati menghadiri KTT KAA pertama di Bandung, April 1955. Dok. Paul Tedjasurja
Iklan

TEMPO.CO, Jakarta - Sebuah rumah di Jalan Sriwijaya Raya Nomor 26, Selong, Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, menjadi salah satu saksi kehidupan Fatmawati, sebagai ibu negara pertama Republik Indonesia. 

Pertama kali mendatangi rumah tersebut, tampak begitu sederhana, sama seperti kesan orang-orang yang mengenal ibu penjahit Bendera Merah Putih Kemerdekaan itu. Rumah berdesain arsitektur zaman kolonial dahulu itu didominasi warna putih yang memberikan kesan sederhana dari luarnya.

Di tengah teriknya matahari, rumah ini terasa asri dan sejuk lantaran ada banyak pohon yang mengelilingi, termasuk pohon beringin dan kolam ikan di sisi kiri bangunan rumah.
Saat menjejakkan kaki di teras depan rumah, terdapat tiga bangku berjejer rapi, seakan mengajak para tamu untuk bersantai sejenak di rumah tersebut.

Ketika mengitari rumah yang luasnya sekitar 718 meter persegi dan di atas tanah seluas 1.400 meter persegi tersebut, sekelilingnya tampak terawat, meski ada beberapa perabotan rumah yang terlihat usang. Berdasarkan keterangan di lokasi, saat ini rumah ibu Fatmawati itu menyambung menjadi satu dengan rumah belakang yang beralamat di Jalan Sriwijaya II Nomor 9. 

Selain di Jakarta, Fatmawati memiliki rumah asli di Bengkulu yang berada di tempat yang saat ini sudah menjadi kantor BNI Cabang Utama Bengkulu di jalan S. Parman Nomor 34, Kelurahan Penurunan, Kecamatan Ratu Samban, Kota Bengkulu. Tempat ini berjarak sekitar 400 meter dari rumah yang saat ini disebut sebagai Museum Fatmawati Soekarno.

Menurut penulis buku-buku bertema Soekarno, Roso Daras, rumah di Bengkulu itu merupakan tempat pengasingan Soekarno pada tahun 1938 hingga 1942 H. Saat itu ibu Fatmawati pernah menjadi murid di kala Soekarno mengajar di daerah tersebut.

"Fatmawati pernah tinggal di situ lantaran disuruh mondok oleh orang tuanya bernama pak Hasan Din dan bertemu dengan anak angkat Soekarno-Inggit Garnasih bernama Ratna Djuami," kata Daras, dalam perbincangan dengan ANTARA.

Baca: Syarat dan Kriteria Bangunan Cagar Budaya, Siapa Tahu Rumah Anda Masuk Kategorinya

Cagar budaya

Rumah putri daerah dari Bengkulu itu telah ditetapkan dan berstatus sebagai cagar budaya melalui rekomendasi Tim Ahli Cagar Budaya pada 16 Februari 2022. Rekomendasi cagar budaya rumah ibu Fatmawati dituangkan melalui Berita Acara Rekomendasi Nomor 181/TACB/Tap/Jaksel/II/2022.

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono kemudian menetapkan status bangunan cagar budaya melalui Surat Keputusan Gubernur DKI Nomor 1207 Tahun 2022 yang ditandatangani pada 27 Desember 2022.

Roso Daras berharap rumah ibu Fatmawati bisa dibuka untuk umum, mengingat bangunan bersejarah berusia lebih dari 50 tahun tersebut memiliki nilai historis yang bisa diajarkan, mulai dari pendidikan, sejarah, maupun kebudayaan.

Sebagai anak bangsa dia tentu berharap rumah salah satu istri Soekarno itu memberikan warisan nilai edukasi yang bisa disaksikan langsung, seperti foto, barang peninggalan, hingga konten dari segi sejarah lainnya.

Dengan demikian, diharapkan anak-anaknya bisa mendukung ketetapan rumah ibu Fat sebagai cagar budaya, dengan menyumbang sejumlah dokumen ibunya, benda, artefak, dan sebagainya, sehingga kita bisa memaknai rumah itu tak hanya sebatas cagar budaya semata.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan status sebagai cagar budaya yang dibuka untuk umum, nantinya para pelajar bisa membuat kajian mengenai arsitektur bangunan, maupun bahan literasi sejarah mengenai kehidupan ibu negara.

Meski dibuka untuk umum, bangunan tersebut tetap bisa dijaga keaslian dam perawatannya, dengan mengatur jadwal berkunjung, sehingga keluarga punya waktu sendiri untuk melakukan perawatan ataupun mengadakan kegiatan di rumah tersebut.

Fatmawati tolak Soekarno menikahi Hartini

Rumah bersejarah itu juga bisa disebut saksi kehidupan Fatmawati, setelah meninggalkan Istana Negara, usai Presiden RI Soekarno meminta izin kepadanya untuk menikah lagi dengan wanita bernama Hartini pada tahun 1953. Kala itu, Ibu Fat tidak setuju dan tidak mau dimadu. Kendati demikian, Bung Karno memastikan ibu Negara Indonesia tetap Fatmawati.

(Dari kiri) Mick Shann, Duta Besar Australia untuk Indonesia, Hartini Soekarno, dan Soekarno, di Istana Bogor, Juli 1964. Foto: Dok. Departemen Luar Negeri dan Perdagangan

Rumah ibu Fatmawati di Kebayoran Baru merupakan momen kesendirian ibu negara, lantaran tidak ditemani Soekarno dan anak-anaknya yang menetap di istana negara. Jika Soekarno ke Istana Bogor, maka ia akan bertemu dengan istrinya saat itu yang bernama Hartini.

Ia menambahkan, sampai saat ini belum ada keterangan pasti mengenai dokumen perceraian Soekarno dan Fatmawati, sehingga dimungkinkan mereka tidak sepenuhnya bercerai.

Satu satunya istri dan mantan istri yang tidak langsung datang melihat jazad Bung Karno ketika disemayamkan di Wisma Yaso, ya hanya Ibu Fat. Selain itu, rumah ini juga menjadi saksi pernikahan Rachmawati Sukarnoputri dan dr. Martomo Pariatman Marzuki atau Tommy pada 1969.

Saat itu presiden yang akrab disapa Bung Karno tengah menjalani tahanan rumah di Wisma Yaso, diminta Rachma menjadi wali nikah. Bung Karno, kala itu, sempat hadir, namun sebentar sebagai saksi pernikahan karena statusnya saat itu sebagai tahanan. Kemudian ia kembali lagi ke Wisma Yaso.

Dengan demikian, melalui keterangannya, Roso Daras berharap bahwa anak-anak Fatmawati dan Soekarno bisa lebih merawat rumah peninggalan orang tua mereka yang kini dijadikan cagar budaya. Jangan sampai sejarah hanya terlewat dan tidak dikenang melalui tulisan maupun benda peninggalannya, dengan sejarah kita bisa belajar di masa lalu dan mengubah masa depan menjadi lebih baik.

Baca juga: Heru Budi Tetapkan Rumah Ibu Fatmawati di Jaksel sebagai Bangunan Cagar Budaya

Selalu update info terkini. Simak breaking news dan berita pilihan dari Tempo.co di kanal Telegram “Tempo.co Update”. Klik https://t.me/tempodotcoupdate untuk bergabung. Anda perlu meng-install aplikasi Telegram terlebih dahulu.

Iklan



Rekomendasi Artikel

Konten sponsor pada widget ini merupakan konten yang dibuat dan ditampilkan pihak ketiga, bukan redaksi Tempo. Tidak ada aktivitas jurnalistik dalam pembuatan konten ini.

 

Video Pilihan


Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

23 jam lalu

Letjen Soeharto (kiri), Soekarno, Sultang Hamengku Buwono IX, dan Adam Malik pada rapat Kabinet Ampera1, 25 Juli 1966. Dok. Rusdi Husein
Rangkaian Momen Sebelum Soeharto Naik Menjadi Presiden Gantikan Sukarno 56 Tahun Lalu

Naiknya Soeharto sebagai presiden menggantikan Sukarno berawal dari kemelut politik yang rumit pasca peristiwa G30S


Pemprov DKI Jakarta Benahi Infrastruktur dan Operasional Sarana Banjir

1 hari lalu

Warga berjalan melintasi banjir di kawasan Kebon Pala, Kampung Melayu, Jakarta, Senin 25 Maret 2024. Banjir di permukiman padat penduduk dengan ketinggian air 50-175 cm itu terjadi akibat meluapnya Kali Ciliwung. ANTARA FOTO/Aprillio Akbar
Pemprov DKI Jakarta Benahi Infrastruktur dan Operasional Sarana Banjir

Langkah-langkah ini disusun dalam program penanganan banjir yang menjadi bagian dari rencana aksi roadmap untuk penyusunan RPJPD 2025-2045.


Hari Ini 56 Tahun Lalu, Pelantikan Soeharto sebagai Presiden Gantikan Sukarno, Sukmawati Sebut Kudeta Merangkak

1 hari lalu

Sukarno dan Soeharto
Hari Ini 56 Tahun Lalu, Pelantikan Soeharto sebagai Presiden Gantikan Sukarno, Sukmawati Sebut Kudeta Merangkak

Kudera merangkak disebut sebagai kudeta yang dilakukan Soeharto kepada Sukarno, apa itu?


Dishub DKI Prediksi Puncak Arus Mudik 8 April 2024

2 hari lalu

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta Syafrin Liputo saat ditemui di Stasiun KA Pasar Senen, Rabu, 19 April 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Dishub DKI Prediksi Puncak Arus Mudik 8 April 2024

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo memprediksi puncak arus mudik terjadi pada Senin 8 April 2024.


Heru Budi Ajak Penyandang Disabilitas Ngabuburit Naik MRT

2 hari lalu

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono usai meninjau Instalasi Jaringan Distribusi Air PAM di Kelurahan Kebon Kosong di Jl. Kemayoran Gempol RW.04 Kel. Kebon Kosong, Selasa, 24 November 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Heru Budi Ajak Penyandang Disabilitas Ngabuburit Naik MRT

Penjabat (Pj) Gubernur DKI Jakarta, Heru Budi Purnomo mengajak penyandang disabilitas ngabuburit naik Mass Rapid Transit (MRT) Jakarta


Pemprov DKI Tambah Armada Bus Mudik Gratis, Pendaftaraan Akan Kembali Dibuka

2 hari lalu

Kepala Dinas Perhubungan (Dishub) DKI Jakarta, Syafrin Liputo saat ditemui di Balai Kota DKI Jakarta, Rabu, 5 Juli 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Pemprov DKI Tambah Armada Bus Mudik Gratis, Pendaftaraan Akan Kembali Dibuka

Kepala Dishub DKI Jakarta, Syafrin Liputo, mengatakan, Pemprov DKI Jakarta akan membuka kembali program Mudik Gratis 2024


Sebut Kepulauan Seribu Cocok Jadi Food Estate, Pj Gubernur DKI Heru Budi Bakal Lakukan Ini

3 hari lalu

Heru Budi Mau Kembangkan Food Estate di Kepulauan Seribu, Koral: Sudah Gagal di Tiga Pulau
Sebut Kepulauan Seribu Cocok Jadi Food Estate, Pj Gubernur DKI Heru Budi Bakal Lakukan Ini

Heru Budi menyebut Kepulauan Seribu cocok jadi food estate alias lumbung pangan di DKI Jakarta. Berikut hal yang bakal dilakukan Pj Gubernur DKI itu.


Heru Budi Hartono Raih Penghargaan Sebagai Top Pembina BUMD 2024

4 hari lalu

Heru Budi Hartono Raih Penghargaan Sebagai Top Pembina BUMD 2024

Pada acara Top BUMD Awards 2024 pemerintah Provinsi DKI Jakarta juga mampu meraih sejumlah penghargaan untuk lima BUMD


70 Tahun Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Tokoh Lahir dari GMNI Mulai Megawati hingga Ganjar Pranowo

5 hari lalu

Calon Presiden nomor urut 2, Ganjar Pranowo menyampaikan pidato kebangsaan dalam acara Sarasehan Eksponen Alumni dan Aktivis GMNI di Gedung Serbaguna Senayan, Jakarta, Kamis, 28 Desember 2023. Ganjar Pranowo menerima deklarasi dukungan pada Pilpres 2024 dari eksponen alumni dan aktivis Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI) dalam acara sarasehan nasional sebagai Pejuang-Pemikir Pemikir-Pejuang. TEMPO/M Taufan Rengganis
70 Tahun Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia, Tokoh Lahir dari GMNI Mulai Megawati hingga Ganjar Pranowo

70 tahun lalu Kongres I GMNI diadakan di Surabaya pada 23 Maret 1954. Megawati, Siswono Yudo Husodo hingga Ganjar Pranowo lahir dari GMNI.


Heru Budi Akan Kembangkan Food Estate di Kepulauan Seribu: Kaya Potensi Ikan, Rumput Laut..

6 hari lalu

Penjabat (Pj) Gubernur Heru Budi saat ditemui usai agenda Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang) Kota Jakarta Pusat di Kantor Walikota Jakarta Pusat, pada Kamis, 21 Maret 2024. TEMPO/Adinda Jasmine
Heru Budi Akan Kembangkan Food Estate di Kepulauan Seribu: Kaya Potensi Ikan, Rumput Laut..

Penjabat Gubernur DKI Jakarta Heru Budi Hartono menyatakan lahan di Kepulauan Seribu cocok dipakai sebagai food estate bagi DKI Jakarta pada 2025.