TEMPO.CO, Jakarta - Terdakwa AKBP Dody Prawiranegara memetik pelajaran dari kasus peredaran lima kilogram sabu yang menyeretnya. Peredaran narkoba yang berasal dari Polres Bukittinggi itu diduga atas perintah mantan Kapolda Sumatera Barat Inspektur Jenderal Teddy Minahasa.
"Kami mendapatkan pelajaran bahwasannya sinar bintang sejati itu harusnya menerangi gelapnya malam, bukan malah membakar melati putih yang hanya mencoba tumbuh dengan jujur dan tulus apa adanya," ujar polisi berpangkat dua melati itu di Pengadilan Negeri Jakarta Barat, Rabu, 5 April 2023.
Hari ini Dody menjalani sidang lanjutan dengan pembacaan pembelaan atau pleidoi pribadinya. Selama persidangan terungkap fakta bahwa dia menjadi kurir sabu dari Padang ke Jakarta untuk diserahkan kepada terdakwa lain bernama Linda Pujiastuti alias Anita Cepu.
Teddy yang memerintahkan Dody untuk menukar 10 kilogram sabu, tapi hanya disanggupi lima kilogram.
Jaksa penuntut umum (JPU) telah menuntut Dody 20 tahun penjara. Dia dianggap bersalah sebagaimana dimaksud Pasal 114 ayat (2) Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika juncto Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Dody mengaku menyesali perbuatannya yang telah patuh terhadap perintah Teddy. Awalnya, mantan Kapolres Bukittinggi ini mengaku takut.
Dia khawatir kariernya terhambat jika tak menuruti suruhan Teddy. Sebab, tutur dia, Teddy memiliki pengaruh kuat di Polri, sehingga terpaksa manut terhadap kemauan jenderal bintang dua itu.
Faktanya, saat ini, karier dan nama baik keluarganya justru rusak. Dody berujar, dirinya tertekan sejak awal adanya perintah penyisihan sabu.
"Sebagai anggota kepolisian Indonesia tidak pernah terbayangkan sekalipun saya berada dalam situasi sebagai pelaku kejahatan," tutur dia.
Selanjutnya tentang didoktrin taat perintah atasan