TEMPO.CO, Tangerang - Ahli hukum pidana Dwi Seno Wijanarko bersaksi dalam sidang penipuan iPhone si kembar Rihana Rihani dengan terdakwa Pungky Marsyaviani Sabieq. Saksi ahli itu menyebut pengenaan pasal untuk terdakwa perlu ditinjau secara utuh.
Dosen Universitas Bhayangkara itu mengatakan, harus ada serangkaian peristiwa kebohongan yang dilakukan terus menerus sebelum Pungky didakwa melakukan penipuan dengan tipu muslihat. Pungky dilaporkan ke polisi oleh reseller iPhone korban penipuan Rihana Rihani yang memesan barang melalui dia.
Dalam sidang di Pengadilan Negeri Tangerang, saksi ahli menuturkan, dalam konteks Hukum Pidana Materiel esensi penerapan pasal 378 KUHP adalah harus ada keadaan yang tidak sejatinya dan serangkaian kebohongan tipu muslihat.
"Jadi apabila seseorang yang hanya sebagai reseller menjalankan bisnisnya secara real tanpa menggunakan martabat palsu maupun serangkaian kebohongan maka unsur inti dalam pasal 378 KUHP tidaklah terpenuhi," kata Seno di PN Tangerang, Selasa, 8 Agustus 2023.
Pasal Penggelapan Disebut Kurang Tepat
Seno juga mengatakan pasal 372 KUHP yang didakwakan terhadap Pungky, yang juga korban Rihana Rihani juga kurang tepat. Alasannya, esensi pasal itu adalah ada perbuatan memiliki barang atau benda secara melawan hak, sebagian atau seluruhnya.
"Dalam konteks ini ahli perpandangan bahwa jika seseorang yang sama sekali tidak memiliki barang yang menjadi obyek dugaan penggelapan baik sebagian atau seluruhnya maka hal tersebut tidak dapat dikualifikasikan dengan perbuatan penggelapan," paparnya.
Subjek Hukum Kasus Pungky adalah Rihana Rihani
Seno berpendapat, dalam kasus Pungky, pengadilan harus melakukan pendekatan logika yang dapat diuji dengan terang dan jelas. Termasuk status terdakwa sebagai reseller atau mediator pembelian iPhone, tidak semestinya dibebankan kepada Pungky. Status terdakwa Pungky bisa batal demi hukum karena subjek hukumnya adalah Rihana Rihani.
"Jika Pungky hanya sebagai reseller yang memesan barang kepada orang lain, namun justru orang tersebut yang tidak merealisasikan barang yang dipesannya maka sejatinya subjek hukum yang dapat dimintai pertanggungjawaban hukum adalah orang tersebut," kata Seno.
Meski terdakwa dapat dijerat pidana, kata Seno, seharusnya jaksa menggunakan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Namun penerapan pasal 55 ayat (1) ke-1 tersebut harus terang sebagai subjek hukum apa. Apakah sebagai pleger atau doen pleger atau medepleger," ujarnya.
Dugaan Penipuan dan Penggelapan Tidak Tergambar
Saksi ahli hukum pidana itu mengatakan, majelis hakim harus melihat kasus Pungky secara utuh. Sebab dugaan penipuan dan penggelapan dalam kasus ini tidak tergambar oleh Pungky karena pemesanan barang diteruskan kepada pihak ketiga.
"Harus teruraikan dengan terang dan jelas, jika kerja sama tersebut antara terdakwa dan orang tersebut tidak tergambar dalam peran maupun perbuatannya, maka terhadap terdakwa tidak dapat juga dijerat dengan pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. Sehingga pertanggungjawaban murni melekat kepada orang lain tersebut selaku pelaku tindak pidana, ini logika hukumnya," ujarnya.
Setelah mendengarkan keterangan ahli, sidang langsung dilanjutkan pemeriksaan terdakwa oleh Majelis Hakim yang dipimpin Hakim Ketua Saidin Bagariang. Pungky juga dicecar oleh Jaksa Penuntut Umum untuk dimintai keterangan soal penjualan iPhone yang berujung pelaporan polisi oleh Siti Fatiha Rayta.
Selanjutnya, agenda persidangan Pungky dalam kasus penipuan iPhone si kembar Rihana Rihani akan dilanjutkan pekan depan yakni 15 Agustus 2023 dengan agenda pembacaan tuntutan.
MUHAMMAD IQBAL
Pilihan Editor: Kasus Penipuan iPhone Si Kembar Rihana Rihani, Majelis Hakim PN Tangerang Tolak Eksepsi Pungky