Jaksa Tidak Tunjukkan Bukti Pintu yang Rusak maupun Kwitansi Perbaikan
Aldo heran karena dalam dakwaan AAE disebut merusak pintu dengan kerugian senilai hampir 10 juta rupiah. Namun, dalam fakta persidangan bukti kerugian tersebut tidak pernah ditunjukkan oleh JPU.
"Terdakwa membuka pintu sesuai peruntukannya dengan mendorong pintu ini masuk ke dalam dengan memegang gagang pintu tersebut. Tidak ada perkakas atau alat bantu yang digunakan untuk merusak pintu tersebut," ujarnya.
Tuntutan tersebut dinilai mencederai rasa keadilan, sebab, AAE yang hanya ingin bertemu anaknya dituntut penjara 10 bulan. Adapun JPU sama sekali tidak menyebutkan faktor tersebut sebagai pertimbangan meringankan.
Terlebih hak asuh anak saat ini dipegang oleh terdakwa.
"Seharusnya Penuntut Umum melihat fakta-fakta di persidangan bahwa peristiwa terjadi karena mantan istrinya yang tidak memperbolehkan terdakwa bertemu dengan anaknya. Hal tersebut merupakan pelanggaran hak asasi manusia baik bagi terdakwa maupun anaknya, kami memandang tuntutan 10 bulan penjara ini sangat-sangat tidak memiliki hati nurani.
Apalagi kemudian disebutkan kerusakan pintu mencapai nilai 7,5 juta rupiah, namun tidak ada satupun kwitansi perhitungan kerugian yang dibuktikan dalam persidangan.
Kuasa hukum terdakwa juga mempertanyakan dalam pembacaan tuntutan, jaksa juga tak mencantumkan bahwa terdakwa menghadirkan saksi meringankan. Menurutnya, dalam rangkaian persidangan sejumlah saksi, terdakwa AAE menghadirkan dua saksi meringankan dalam perkara tersebut.
"Jaksa tidak memasukkan saksi a de charge (meringankan) yang dihadirkan Terdakwa dalam pertimbangan tuntutan. Padahal kedua saksi tersebut sudah datang dan menyampaikan kesaksiannya," ujarnya.
Aldo juga mengutarakan kekecewaan soal dan nilai kerusakan dalam kasus tersebut. Menurutnya, tuntutan itu tidak wajar karena mengada ada dan dilebih lebihkan.
“Masa hanya pintu utama rumah dari bahan kayu harus memasang rantai besar, kan itu mencari-cari alasan gara menjebloskan klien saya ke penjara, lagi pula Jaksa tidak menerima barang bukti primer berupa 2 buah pintu dari polisi namun sekarang ditambahkan ke dalam barang bukti,” beber Aldo.
Dia juga membeberkan, pemilik rumah langsung menyatakan pintu rusak dan menggantinya tanpa ada olah TKP sebelumnya.
Kronologi Perusakan
Kasus ini bermula saat mantan istri AAE maupun mantan mertuanya tidak membukakan pintu saat AAE hendak menemui anaknya pada 2021 lalu. Terdakwa diusir oleh mantan istri dan terjadi cekcok mulut hingga diusir dan dilarang menemui anaknya.
Karena diusir terus menerus, saat berada di pekarangan, terdakwa berteriak memanggil anaknya sambil berlari ke arah pintu utama rumah. AAE selanjutnya berusaha membuka pintu rumah berkali-kali dengan mendorong handle pintu menggunakan tangan kosong.
Setelah mencoba 6 kali, terdakwa berhasil membuka pintu rumah, AAE masuk ke rumah dengan maksud mencari anaknya namun tidak berhasil. Akibat keributan ini, dua petugas keamanan perumahan setempat datang untuk menengahi.
Kasus ini lalu berujung pada pelaporan yang dilakukan mantan mertua AAE ke Polres Metro Jakarta Timur. Pelaporan itu dilakukan karena pelapor merasa dirugikan atas kerusakan 2 daun pintu yang tidak bisa dipakai lagi, 1 gagang pintu, 1 gembok, dan 1 rantai rusak.
Hingga saat ini, ASN Kota Tangsel itu masih belum bisa menemui anaknya baik secara langsung maupun melalui komunikasi virtual. Mantan istri dan mertuanya menutup aksesnya kepada anaknya.
MUHAMMAD IQBAL
Pilihan Editor: 7 Bulan Tidak Boleh Bertemu Anaknya, Ibu di Tangsel Polisikan Mantan Suami