TEMPO.CO, Jakarta - Koordinator Jaringan Rakyat Miskin Kota (JRMK), Misnawati mengatakan warga eks Kampung Bayam pernah ditawari untuk pindah ke Rusun Nagrak, Cilincing, Jakarta Utara namun tawaran itu ditolak lantaran akses pendidikannya jauh.
Alasan penolakan itu disampaikan Misnawati sampaikan saat ikut dalam aksi damai serta pelaporan Pemprov DKI Jakarta dan PT Jakarta Propertindo oleh eks warga Kampung Bayam ke Pengadilan Tata Usaha Negara atau PTUN, Jakarta Timur, Senin, 14 Agustus 2023
“Pindah lokasi itu mereka tidak melihat anak-anak sekolah di sana, bayangkan saja sekolah berangkat pagi harus berangkat jam berapa?” kata Misnawati.
Menurutnya, akses yang jauh akan memberatkan warga Kampung Bayam bila tinggal di Rusun Nagrak. Karena ongkos untuk transportasi tidak sesuai dengan penghasilan. Seharusnya, kata Misnawati pemerintah harus mempertimbangkan ke lokasi yang lebih strategis.
“Pernah waktu itu Lurah sosialisasi ke kami. Warga mengaku tidak bisa pindah,” ucapnya.
Sebelumnya, Pelaksana tugas Kepala (Plt) Dinas Perumahan Rakyat dan Kawasan Permukiman DKI Jakarta Retno Sulistiyaningrum sediakan Rusun Nagrak untuk warga eks Kampung Bayam.
Hingga saat ini, warga eks Kampung Bayam yang harus angkat kaki karena proyek Jakarta International Stadium (JIS) belum bisa menempati Kampung Susun Bayam, yang seharusnya mereka huni.
Retno mengatakan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI menyediakan alternatif tempat tinggal untuk eks warga Kampung Bayam di Rusun Nagrak. "Sudah kita siapkan di Rusun Nagrak. Silakan warga yang ingin pindah," kata Retno di Gedung DPRD DKI Jakarta, Selasa, 11 Juli 2023.
Dinas Perumahan memberi kebebasan kepada eks warga Kampung Bayam untuk menghuni Rusun Nagrak. “Terserah mau kapan. Pokoknya unitnya udah siap, tinggal warganya kapan mau. Udah kita fasilitasi,” ujarnya.
Sebelumnya, eks warga Kampung Bayam dijanjikan bisa menempati Kampung Susun Bayam (KSB) yang dikelola oleh PT Jakarta Propertindo (Jakpro) di era Gubernur DKI Anies Baswedan. Namun hingga Anies lengser, mereka belum bisa menempati rusun itu meski sudah pegang nomor unit.
Pangkal dari masalah Kampung Susun Bayam ini karena tidak ada kesepakatan antara warga eks Kampung Bayam dengan Jakpro soal besaran uang sewa. Jakpro mematok tarif Rp 1,5 juta per bulan yang ditolak warga karena terlalu tinggi. Ujungnya mereka terpaksa menggelar tenda di area JIS.
Menurut mantan Vice President Corporate Secretary Jakpro Syachrial Syarif, eks warga Kampung Bayam belum bisa menghuni kampung susun, karena urusan legalitas. Menurut dia, legalitas pengelolaan Kampung Susun Bayam belum rampung.
"Jadi yang jelas kami masih berdiskusi dengan Dinas di Pemprov untuk memberikan legalitas ke kami untuk menyewakan," kata Syachrial saat dihubungi, Senin, 20 Februari 2023.
Pembahasan legalitas ini, ucap dia, tidak ada hubungannya dengan besaran tarif sewa yang selama ini menjadi masalah bagi eks warga Kampung Bayam. Soal tarif, Jakpro kini tak lagi mematok Rp 1,5 juta. Uang sewa kini diturunkan merujuk pada Peraturan Gubernur yang mengatur biaya sewa Kampung Susun Bayam di kisaran Rp 600-700 ribu.
"Bukan besaran tarif, kalau besaran tarif kami sudah kunci," ujar dia.
Dia mengatakan legalisasi diperlukan untuk memperjelas hak dan kewajiban Jakpro dalam mengelola Kampung Susun Bayam. Sebab, kepemilikan lahan dan bangunan di Jakarta Utara tersebut berbeda.
Pilihan Editor: Tak Kunjung Tempati Rusun Dekat JIS, Eks Warga Kampung Bayam Gugat Pemprov DKI ke PTUN Jakarta