TEMPO.CO, Jakarta - Suara doa bersama sayup terdengar dari dalam rumah susun (rusun) Kampung Susun Bayam di Papanggo, Tanjung Priok, Jakarta Utara, pada Senin malam lalu, 8 Januari 2024. Suasananya remang karena memang sejatinya rusun itu masih dikosongkan dari penghuni.
Sumber penerangan yang ada hanya datang dari mesin genset yang menderu-deru. Suaranya bersaing dengan mesin proyek pembangunan Jalan Penyeberangan Orang di Jakarta International Stadium (JIS). Suara iringan doa tersebut semakin sayup tatkala rangkaian kereta rel listrik melintas.
Setelah memasuki rusun, ternyata tak hanya lantunan doa yang bisa didengar. Ada juga seruan-seruan semangat. "Kampung Bayam..., " kata seseorang di antaranya yang segera disahuti yang lainnya, "Rumah kedua!" Beberapa kali juga terdengar seruan bersama untuk perlawanan.
Naik ke lantai dua kampung susun tampaklah sumber pekikan-pekikan itu. Sebanyak sekitar 30 warga, laki dan perempuan, dewasa dan anak-anak, berhimpun di selasar unit-unit hunian yang ada. Mereka menghamparkan karpet coklat meski tak sampai menjangkau seluruh luas lantainya.
Inilah kelompok warga eks Kampung Bayam yang telah menghuni paksa Kampung Susun warisan era Gubernur Anies Baswedan tersebut sejak akhir November lalu. Mengklaim menerima hak sebagai buah dari janji Anies, mereka nekat menerabas ketentuan perizinan dari pemerintahan DKI yang sekarang untuk bisa masuk dan tinggal di sana.
Dipandang ilegal, mereka pun harus tinggal tanpa suplai listrik, air, dan fasilitas lainnya. Tambahannya pula, warga kini harus berhadapan dengan aparat kepolisian yang pada Senin siang lalu memfasilitasi mediasi warga dengan PT Jakarta Propertindo (Jakpro) sebagai pemilik dan pengelola Kampung Susun Bayam.
Tampak luar Kampung Susun Bayam di area Jakarta International Stadium (JIS) di Tanjung Priok, Jakarta Utara, yang dihuni paksa oleh sebagian eks warga Kampung Bayam , Rabu 13 Desember 2023. Tempo/Mutia Yuantisya
Hasilnya dibahas bersama pada malam itu. Dan, dalam keterbatasan cahaya lampu yang ada, mereka bulat menolak mentah-mentah dua opsi yang ditawarkan Jakpro. "Kami sempat minta perjanjian kesepakatan atau MoU lalu, Pak Hikmat menjawab tidak bisa memutuskan," ujar Muhammad Furkon, Ketua Kelompok Tani Madani Kampung Bayam--identitas kelompok warga itu.
Furkon bercerita, Hikmat, perwakilan dari Jakpro dalam mediasi, menyarankannya membawa para anggotanya balik ke lokasi hunian sementara di Jalan Tongkol, Ancol. Atau, diminta relokasi ke Rusun Nagrak
Menurut Furkon, opsi-opsi itu tidak memberikan kepastian batasan waktu, kapan warga eks Kampung Bayam itu bisa kembali ke rusun Kampung Susun Bayam. Jawaban yang diterimanya hanya, 'sambil menunggu persyaratan formal dengan pemerintah daerah (pemda) selesai'.
Itu sebabnya mereka menolak. Kelompok warga ini sebelumnya sudah mendiami selasar di lantai dasar Kampung Susun Bayam sejak Maret lalu, dan memilih bergeming. Demi bertahan di rusun itu, mereka memasang genset pribadi dan menggali sumur di area rusun untuk mendapatkan sumber air bersih sendiri.
Warga eks Kampung Bayam menemukan pintu got dan menguras air di dalamnya. Sehingga air menjadi bersih dan bisa dipakai untuk kebutuhan sehari-hari. Pengurasan itu dilakukan pada Rabu, 10 Januari 2024 di belakang rusun Kampung Susun Bayam. Tempo/Aisyah Amira Wakang.
"Saya berjuang sudah lama, apapun yang terjadi akan saya jalani," kata Sudir, Wakil Ketua Kelompok Tani Madani Kampung Bayam.
Sementara itu, di luar rusun semakin gelap. Kontras sekali dengan lampu warna-warni JIS, tetangganya yang nampak gemerlap di balik batas pagar besi di antara keduanya.
Pilihan Editor: Ini Awal Polda Metro Jaya Ungkap Sindikat Curanmor yang Pakai Gudang TNI