TEMPO Interaktif, Jakarta: Pemerintah provinsi (Pemprov) DKI Jakarta tidak akan menaikan tarif air bersih untuk masyarakat berpenghasilan rendah. "Yaitu kelompok kecil dengan tarif Rp 1050 per meter kubik, dengan penggunaan yang terbatas," kata Gubernur DKI Jakarta, Fauzi Bowo, di Balaikota, Selasa (16/6).
"Meski ada kecenderungan memang kelompok ini menggunakan air berlebihan," sambungnya.
Setiap lima tahun sekali PAM Jaya dengan dua operator, Palyja dan AETRA menentukan pembaruan kontrak atau rebaising untuk menentukan target tahun-tahun berikutnya. Penyesuaian disepakati dengan evaluasi kontrak mencakup volume air terjual, jangkauan pelayanan, penambahan pelanggan, tingkat potensi kehilangan pendapatan dari air yang tidak dapat terjual. Pembaruan kesepakatan bisa berdampak pada kenaikan tarif. Kenaikan tarif bisa saja dilakukan bila pada hasil evaluasi, kinerja operator dinilai baik. Tarif yang berlaku saat ini untuk konsumen rumah tangga adalah Rp 7020 per meter kubik.
Komisaris PT Palyja, Bernard Lafrogne menyebutkan meminta kenaikan tarif air minum untuk golongan rumah tangga sebesar 22,7 persen. Kenaikan tarif tersebut dinilai wajar karena sudah dua tahun belum ada
penyesuaian tarif. Kenaikan tarif juga untuk memberikan kesempatan
perusahaan melakukan investasi prasarana.
Foke menyebutkan, Senin (15/6) kemarin, pihaknya sudah bertemu dengan Badan Regulator. Dia membenarkan memang ada pengajuan kenaikan tarif. Namun, kata dia, keputusan apakah tarif akan dinaikkan dan besarannya, masih belum ditentukan.
"Tapi, saya kira yang diminta operator terlalu tinggi," kata dia.
Foke menyebutkan, dia belum memutuskan kenaikan tarif karena masih ada kajian yang harus dipertajam. Dia menyebutkan, kajian yang harus dipertajam misalnya perhitungan tingkat pengembalian atau IRR (internal rate of return) belum tuntas.
EKA UTAMI APRILIA