TEMPO.CO, Jakarta - Jaksa Penuntut Umum (JPU) membacakan surat dakwaan terhadap M Kuncoro Wibowo atas kasus korupsi bantuan sosial beras atau beras bansos Keluarga Penerima Manfaat (KPM) Program Keluarga Harapan (PKH) Kementerian Sosial (Kemensos) pada 2020. Sidang digelar di Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Pusat pada Rabu, 31 Januari 2024.
Kuncoro adalah Direktur utama PT Bhanda Ghara Reksa persero periode 2018-2021. Dugaan korupsi yang dilakukannya terjadi sekitar bulan Agustus 2020. Kuncoro bersama para bawahannya diduga menyalahgunakan kewenangan, kesempatan, atau sarana yang ada padanya karena memiliki jabatan atau kedudukan yang tinggi.
Mulanya, Kementerian Sosial atau Kemensos mengirimkan surat kepada PT Bhanda Ghara Reksa atau BGR untuk melakukan audiensi guna menyusun rencana anggaran kegiatan penyaluran bansos beras di Kemensos. PT BGR adalah Badan Usaha Milik Negara atau BUMN yang mengusahakan jasa logistik.
Kuncoro menyatakan kesanggupannya untuk mendistribusikan bansos beras ke 19 provinsi di Indonesia. Perjanjian surat pun dilakukan. Isinya, penyaluran bansos beras kepada KPM-PHK akan dilakukan untuk menangani dampak Covid-19. Kontrak nilanya sebesar Rp 326 miliar.
Realisisi tersebut bisa dilakukan dengan adanya konsultan pendamping untuk PT BGR. Namun, Vice President Operation and Support PT BGR, April Churniawan atas sepengetahuan Kuncoro Wibowo menunjuk PT Primalayan Teknologi Persada atau PTP secara sepihak untuk menjadi konsultan mereka. PT PTP adalah salah satu perusahaan jasa konsultasi milik Richard Cahyanto.
“PT PTP tidak memiliki cabang atau usaha selain di Jakarta, tidak memiliki pegawai tetap, gudang maupun kendaraan angkut yang diperlukan dalam menjalankan usaha jasa penyaluran,” kata JPU. Oleh karena itu, KPK menuding Kuncoro telah memperkaya diri sendiri, orang lain atau suatu korporasi. Ia merugikan keuangan negara sejumlah Rp 127 miliar.
Ia juga memasukkan Ivo Wongkaren dan Roni Ramdani bersama Mohammad Amir Slamet AN, Budi Darmawan D, ke dalam tim penasihat yang sebenarnya tidak diperlukan dalam struktur pengurus PT PTP. Dalam kasus ini, Ivo Wongkaren dan Roni Ramdani pernah menjadi salah satu vendor pelaksana bansos presiden tahun 2020. Mereka menggunakan PT Anomali Lumbung Artha (PT ALA).
Dalam kegiatan ini, KPK telah menemukan terjadinya banyak manipulasi. Salah satunya, mereka membuat satu konsorsium sebagai formalitas dan tidak pernah sama sekali melakukan distribusi bansos beras.
Berdasarkan pembacaan dakwaan, perbuatan yang dilakukan Kuncoro bertentangan dengan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 17 Tahun 2023 tentang Keuangan Negara. Lalu, Pasal 89 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2023 tentang Badan Usaha Milik Negara. Selanjutnya, Pasal 4 ayat (1) huruf b, huruf c, huruf d, huruf e, huruf f dan huruf g PER-08/MBU/12/2019 tentang Pedoman Umum Pelaksanaan Pengadaan Barang dan Jasa Badan Usaha Milik Negara.
Kuncoro diancam pidana seperti yang tertuang dalam Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo. Pasal 55 ayat (1) ke-1 Kitab Undang-udang Hukum Pidana (KUHP).
KPK menetapkan Kuncoro Wibowo sebagai tersangka korupsi bansos beras saat ia menjabat sebagai Direktur Utama Transjakarta. Kuncoro diangkat tak lama setelah Heru Budi Hartono menjabat sebagai Penjabat Gubernur DKI Jakarta.
Pilihan Editor: Alasan Heru Budi Tunjuk Kuncoro Wibowo Jadi Dirut Transjakarta yang Kini Dikabarkan Terlibat Korupsi