TEMPO.CO, Jakarta - Pengacara Helmut Hermawan, Resmen Kadapi mengatakan praperadilan kliennya ditunda oleh hakim Pengadilan Negeri atau PN Jakarta Selatan. “Pembacaannya ditunda, Senin, 19 Februari 2024,” kata Kadapi lewat pesan WhatsApp pada Jumat, 9 Februari 2024.
Kadapi hanya menjelaskan bahwa saat sidang perdana yang dilakukan pada Senin, 5 Februari 2024 lalu, KPK mengajukan permohonan penundaan kepada hakim. TEMPO sudah mencoba menghubungi KPK mengenai alasan penundaan itu, tapi belum ada tanggapan hingga saat ini.
Kadapi menjelaskan, gugatan praperadilan kliennya didasari oleh pengabulan hakim atas permohonan praperadilan bekas Wakil Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia Edward Omar Sharif Hiariej alias Eddy Hiariej. Adapun KPK telah menetapkan Helmut Hermawan sebagai tersangka pemberi suap kepada Eddy Hiarej yang juga tersangka penerima suap. Suap itu berhubungan dengan sengketa kepengurusan administrasi hukum umum (AHU) PT Citra Lampia Mandiri atau CLM.
Eddy Hiariej kemudian mengajukan praperadilan ke PN Jakarta Selatan. Pada pengajuannya yang kedua, praperadilan itu dikabulkan hakim setelah melalui proses sidang sepekan. Hakim tunggal PN Jakarta Selatan Estiono mengatakan penetapan tersangka Eddy Hiarej yang diajukan oleh KPK tidak sah.
Hakim menilai bahwa penetapan status tersangka Eddy Hiariej tidak memenuhi Pasal 184 ayat 1 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana, yaitu keterangan saksi, keterangan ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa. “Menyatakan penetapan tersangka oleh termohon terhadap pemohon tidak sah dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat," kata Estiono saat persidangan pada Selasa, 30 Januari 2023.
Oleh karena itu, Helmut Hermawan yang disangka sebagai pelaku suap mengikuti jejak guru besar ilmu hukum pidana di Universitas Gadjah Mada, Eddy. Helmut mengajukan praperadilan dengan Nomor Perkara 19/Pid.Pra/2024. Namun, KPK menganggap bahwa praperadilan hanya menguji aspek formil. Sehingga secara substansi, materi dugaan perbuatan Eddy belum pernah diuji pada pengadilan tindak pidana korupsi (tipikor).
Menurut Kepala Bidang Pemberitaan KPK, Ali Fikri, hakim lebih banyak menggunakan aturan-aturan umum KUHAP, baik itu pengertian dari penyelidikan maupun penyidikan. Padahal KPK memiliki aturan yang bersifat lex specialis. Sehingga, KPK tetap melanjutkan penanganan perkara Eddy tanpa mencabut statusnya sebagai tersangka.
Pilihan Editor: Helmut Hermawan Dirawat di RS Polri, Kuasa Hukum Beri Informasi Berbeda