TEMPO.CO, Jakarta - Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Jakarta menolak permohonan intervensi pakar hukum tata negara, Denny Indrayana, dan Persatuan Advokat Nusantara (Perekat Nusantara) serta Tim Pembela Demokrasi Indonesia (TPDI) dalam gugatan bekas Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman.
Lewat kuasa hukumnya, M. Raziv Barokah, Denny Indrayana mengutarakan kekecewaan terhadap putusan sela itu. "Sangat amat menyayangkan, karena Prof Denny jelas-jelas punya legal standing untuk terlibat dalam perkara ini sebagai pihak yang pertama kali melaporkan Anwar Usman sebelum adanya Putusan MK Nomor 90/PUU-XXI/2023," katanya lewat pesan tertulis kepada Tempo, Kamis, 15 Februari 2024.
Permohonan intervensi secara sederhana dapat diartikan sebagai pengikutsertaan pihak ketiga dalam suatu proses persidangan yang sedang berlangsung.
Gugatan Anwar Usman itu sendiri berisi tuntutan untuk merehabilitasi nama baik dan memulihkan kedudukannya sebagai Ketua MK periode 2023-2028 seperti semula sebelum diberhentikan.
Raziv menjelaskan permohonan intervensi yang dilayangkan Denny bertujuan untuk mempertahankan putusan Majelis Kehormatan Mahkamah Konstitusi (MKMK) yang mencopot Anwar Usman sebagai ketua MK.
Jika permohonan intervensi itu diterima, ucap Raziv, Denny bisa mengemukakan dalil-dalil untuk membantah gugatan Anwar Usman melawan Ketua MK Suhartoyo.
"Karena permohonan intervensi kami ditolak, maka kami tidak bisa membantah langsung dalil-dalil gugatan Anwar Usman di ruang sidang," ujarnya.
Raziv menjelaskan putusan sela tertanggal 31 Januari 2024 itu memang tak dibacakan secara langsung di muka persidangan. Tak hanya itu, pertimbangan hakim dalam menolak permohonan intervensi itu juga belum dapat pihaknya ketahui.
"Sayangnya alasan penolakan itu nanti baru muncul di putusan akhir. Di putusan sela, yang tercantum hanya amar saja. Sejauh ini kami belum diberikan putusannya selain amar," ucapnya.
Pilihan Editor: Orang Tua Brigadir Yosua Gugat Ferdy Sambo cs Rp 7,5 Miliar