TEMPO.CO, Jakarta - Penyidik Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus (Jampidsus) Kejaksaan Agung (Kejagung) kembali menetapkan tersangka baru dalam penanganan kasus dugaan tindak pidana korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah Tbk tahun 2015 hingga 2022. Direktur Penyidikan Jampidsus Kejagung Kuntadi mengatakan tersangka baru dalam kasus tersebut adalah SP (Suparta) selalu Direktur Utama PT Refined Bangka Tin (RBT) dan RA (Reza Ardiansyah) selalu Direktur Pengembangan Bisnis PT RBT.
"Berdasarkan hasil pemeriksaan keduanya yang dikaitkan dengan keterangan saksi lain dan alat bukti maka tim penyidik berkesimpulan keduanya telah memenuhi alat bukti yang cukup dan selanjutnya ditingkatkan statusnya dari saksi menjadi tersangka," ujar Kuntadi dalam rilisnya, Rabu Malam, 21 Februari 2024.
Menurut Kuntadi, modus yang digunakan oleh Suparta dan Reza adalah dengan menginisiasi pertemuan dengan tersangka Mochtar Riza Pahlevi Tabrani (MRPT) yang saat itu menjabat sebagai Direktur Utama PT Timah TBK dan tersangka Emil Ermindra (EE) yang menjabat Direktur Keuangan. Pertemuan itu untuk mengakomodasi atau menampung timah hasil penambang liar di wilayah Izin Usaha Pertambangan (IUP) PT Timah.
Kejagung menahan Direktur Utama PT Refined Bangka Tin Suparta dan Direktur Pengembangan Bisnis Reza Ardiansyah dalam kasus tata niaga timah. Dok Kejagung.
"Sebagai tindak lanjut dari pertemuan tersebut, maka dibuat perjanjian kerja sama antara PT Timah dan PT RBT yang seolah-olah ada kegiatan sewa menyewa peralatan processing peleburan timah," ujar dia.
Untuk memasok kebutuhan bijih timah, kata Kuntadi, kedua tersangka kemudian menunjuk dan membentuk beberapa perusahaan boneka yaitu CV BJA, CV RTP, CV BLA, CV BSP, CV SJP, CV BPR dan CV SMS. "Di mana untuk mengelabui kegiatannya dibuat seolah-olah ada SPK (Surat Perintah Kerja sama) kegiatan pemborongan pengangkutan sisa hasil pengolahan mineral timah," ujar dia.
"Kedua tersangka dilakukan penahanan dan dititipkan di Rumah Tahanan Negara Salemba Cabang Kejaksaan Agung selama 20 hari ke depan terhitung mulai tanggal 21 Februari 2024," ujar dia.
Kuntadi menyebutkan penyidik juga akan mengevaluasi keterlibatan pihak yang berposisi sebagai regulator yang bisa ikut diminta pertanggungjawabannya dalam kasus tersebut. "Posisi regulator yang kami tetapkan baru dari PT Timah yakni tersangka MRPT dan EE. Terkait regulator lain tentu saja dalam evaluasi kami apakah ada dari pihak atau instansi lain yang turut dapat dipertanggung jawabkan dari peristiwa pidana ini," ujar dia.
Kuntadi menyatakan peristiwa penambangan liar di Bangka Belitung terkesan dibiarkan dan penindakan di wilayah baru dilakukan dalam skalanya kecil. "Penindakan skala besar baru kali ini. Namun upaya untuk mencegah tentu saja kami akan selalu mengevaluasi tata niaga dan tata kelola penambangan PT Timah seperti sawit. Setelah dilakukan penindakan selanjutnya akan dibentuk satuan tugas. Di sini (Kasus Timah) mungkin kami terapkan juga. Tapi itu teknis setelah penanganan. Sekarang kami fokus penindakan dulu," ujar dia.
Pilihan Editor: Ahli Lingkungan IPB Hitung Kerugian Akibat Aktivitas Tambang oleh PT Timah Capai Rp 271,06 Triliun