TEMPO.CO, Jakarta - Rektor Universitas Pancasila, ETH, memenuhi panggilan polisi untuk diperiksa dalam kasus dugaan pelecehan seksual. Ia tiba di Gedung Direktorat Kriminal Umum sejak pukul 10.00 WIB pagi.
Pengacara ETH, Raden Nanda Setiawan, sebelumnya menyatakan kliennya membantah tuduhan melakukan pelecehan terhadap dua karyawannya. Ia menuding ada motif politik karena isu ini mencuat jelang pemilihan rektor.
Amanda Manthovani, kuasa hukum dua korban, membantah ada motif politis di balik laporan kliennya. "Enggak mungkin gara-gara politik kampus mau menyebarkan aib sendiri ke semua orang, ke dunia," kata dia saat dihubungi Tempo melalui saluran telepon pada Kamis, 29 Februari 2024.
“Terlalu picik kalau mereka melakukan pembelaan dengan statment seperti itu picik ya kerdil gitu cara berpikirnya," ujarnya.
Kedua klien Amanda telah menjalani tes forensik psikiater artinya kejiwaan di RS Polri Kramat Jati.
Saat ditanya apa bukti yang dilampirkan dalam pembuatan laporan ke Polda Metro Jaya, dia tidak menjelaskan secara pasti. Namun, Amanda menegaskan kepolisian sudah bertindak sesuai prosedur. "Instansi kepolisian atau penyidik itu tidak mungkin menerima laporan dari pelapor kalau tidak memenuhi unsur," ujarnya.
Amanda mengatakan waktu pelecehan yang kedua kleinnya alami tak bersamasan. Kasus kekerasan seksual RZ terjadi pada Februari 2023. Sedangkan D terjadi pada kisaran Desember-Januari 2024.
Keduanya dulu sempat bekerja di Universitas Pancasila. D dulunya bekerja sebagai karyawan honorer di Universitas Pancasila. Namun, setelah ia mengalami kejadian kekerasan seksual, psikisnya mulai terganggu. Sehingga memutuskan untuk berhenti.
Sementara RZ dulunya bekerja di bagian Humas Universitas Airlangga. Setelah kejadian kekerasan seksual yang ia alami, RZ sempat melayangkan surat ke yayasan. Namun, karena tak ada respon dari yayasan, ia melaporkan kasus itu ke polisi. Ia justru dimutasi ke Pasca Sarjana Magister Hukum Universitas Pancasila.
Akibat kasus ini, Yayasan Pembina dan Pendidikan Universitas Pancasila (YPPUP) menonaktifkan ETH dari jabatannya.
Pengacara ETH, Raden Nanda Setiawan, mengatakan setiap orang bisa mengajukan laporan ke polisi, tetapi dia mengklaim laporan atas kliennya itu fiktif dan akan ada konsekuensi hukumnya.
“Terhadap isu hukum atas berita yang beredar kami harus menjunjung tinggi prinsip praduga tak bersalah. Terlebih isu pelecehan yang terjadi 1 tahun lalu. Terlalu janggal jika baru dilaporkan pada saat ini dalam proses pemilihan rektor baru,” ucapnya.
Pilihan Editor: Kepsek Binus School Serpong Mangkir dari Pemeriksaan Polisi soal Kasus Bullying