TEMPO.CO, Jakarta - Kuasa hukum tiga petani Tanjung Sakti, Ridhotul Hairi, mengkritik putusan majelis hakim Pengadilan Negeri Mukomuko tidak dapat dieksekusi. Alasannya, dalam putusan itu tidak menyatakan adanya kerugian penggugat serta tidak adanya ganti rugi terhadap kerugian itu.
"Karena harus ada hubungan kausalitas antara perbuatan melawan hukum dan terhadap wajibnya untuk ganti kerugian," kata Ridhotul dalam keterangan tertulis pada Rabu malam, 6 Maret 2024.
Kasus ini bermula saat PT Daria Dharma Pratama mengajukan gugatan kepada tiga petani Tanjung Sakti, Kecamatan Ipuh, Kabupaten Mukomuko, Bengkulu, yakni Harapandi, Rasuli, dan Ibnu Amin. Ketiganya digugat sebesar Rp 7,2 miliar dengan pendudukan lahan hingga pencurian sawit.
Dalam putusan gugatan Nomor 6/PDT.G/2023/PN MKM yang dikeluarkan pada 5 Maret 2024, disebutkan bahwa mengabulkan gugatan para penggugat sebagian. Namun dalam pokok perkara putusan tersebut disebutkan bahwa tiga petani telah melakukan perbuatan melawan kepada perusahaan.
Pertama, tiga petani disebutkan menghalang-halangi proses panen buah sawit milik perusahaan diatas lahan hak guna usaha atau HGU Nomor 125 milik perusahaan. Kedua, para petani itu mengambil hasil panen sawit perusahaan di lahan HGU 125 tersebut.
Ketiga, dua di antara petani disebutkan menghalang-halangi kegiatan usaha di atas lahan perusahaan dengan menggunakan nama kelompok tani lain. Mereka Dihukum dengan membayar biaya perkara secara tanggung renteng sebesar Rp 1.363.000. "Menolak gugatan penggugat selain dan selebihnya," ujar dia.
Salah satu petani, Harapandi, mengatakan selama bersidang, pihak perusahaan tidak pernah menunjukkan peta HGU 125. Juga dalam sidang lapangan, titik lokasi yang diambil oleh pihak Badan Pertanahan Nasional, bukanlah lokasi tiga petani tersebut. "Kami bingung dengan putusan majelis hakim," ujar dia.
Harapandi mengatakan, PT Daria Dharma Pratama mengakui bahwa lahan devisi 5 dan 7 Air Pendulang Estate (APE) yang saat ini menjadi obyek konflik antara petani dengan pihak perusahaan belum mempunyai HGU. Hal ini disebutkan oleh pihak PT DDP dalam surat Nomor 113/DD APE/III/2022 tertanggal 9 maret 2022. "Hal ini sejalan dengan alat bukti HGU 125, yg alamatnya tidak berada di wilayah Desa Serami Baru," ujarnya.
Petani itu menilai, hasil putusan pengadilan sangat membingungkan petani. Harpandi menyatakan semakin yakin bahwa selama ini tanah yang diperjuangkan petani adalah perjuangan yang benar. "Kami akan tetap bertahan sampai titik darah penghabisan demi tercapainya keadilan," ujar dia.
Ridhotul mengatakan, dalam putusan tersebut tidak tertulis pernyataan yang menyatakan bahwa para petani sebagai tergugat mengosongkan atau merobohkan bangunan atau pondok yang berada dilahan HGU 125. Sehingga dia meminta kepada para advokat supaya terus mendukung perjuangan para petani tersebut.
"Tetap mengawal konflik yang ada. Para petani Tanjung Sakti tetap berjuang dan semangat dalam mencari keadilan yang sebenar-benarnya," ucap Ridhotul.
Pilihan Editor: Ibu 26 Tahun di Bekasi Membunuh Anaknya yang Berusia 5 Tahun Atas Dasar Bisikan Gaib