TEMPO.CO, Jakarta - Pimpinan Pondok Pesantren Al Zaytun, Panji Gumilang terbukti melakukan tindak pidana penistaan agama. Dia telah dijatuhkan hukuman penjara selama satu tahun oleh Pengadilan Negeri Indramayu, Jawa Barat pada 20 Maret 2024.
Sebelumnya, Panji Gumilang telah dilaporkan ke Bareskrim karena dianggap melakukan praktik keagamaan yang menyimpang atau penistaan agama. Pasal penodaan agama termaktub dalam Pasal 156 a, 175, 176, 177, 503, 530, 545, 546, dan 547 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP), serta diatur dalam UU No 1/PNPS/1965 tentang Penyalahgunaan atau Penodaan Agama.
Pasal 156 KUHP diambil dari pasal 124A dan 153A dalam British Indian Penal Code dan berisi larangan mengeluarkan pernyataan permusuhan, benci, atau merendahkan satu sama lain.
Untuk menindak pelaku penistaan agama, aparat hukum biasanya menggunakan Pasal 156 KUHP, yang menentukan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.
Pasal 156 KUHP berbunyi:
Barang siapa di muka umum menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap suatu atau beberapa golongan rakyat Indonesia, diancam dengan pidana penjara paling lama empat tahun atau pidana denda paling banyak Rp 4.500.
Sementara itu pasal 156a mengatur perbuatan yang menyatakan perasaan permusuhan, kebencian, atau penghinaan terhadap orang atau golongan lain di depan umum.
Pasal 156a mengatur pidana penjara selama-lamanya lima tahun bagi siapa saja yang dengan sengaja di muka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan yang bersifat permusuhan, penyalahgunaan, melecehkan, atau mencemarkan nama baik suatu agama di Indonesia.
Berikut bunyi pasal 156a:
Dipidana dengan pidana penjara selama-lamanya lima tahun barangsiapa dengan sengaja dimuka umum mengeluarkan perasaan atau melakukan perbuatan:
- Yang pada pokoknya bersifat permusuhan, penyalah-gunaan atau penodaan terhadap suatu agama yang dianut di IndonesiaIklanScroll Untuk Melanjutkan
- Dengan maksud agar supaya orang tidak menganut agama apapun juga, yang bersendikan Ke-Tuhanan Yang Maha Esa.
Selain itu, RUU KUHP Pasal 302 juga mengatur pidana penjara lima tahun atau denda kategori V bagi pelaku penista agama. Pasal tersebut juga mengatur pidana bagi orang yang menghasut permusuhan, kekerasan, atau diskriminasi terhadap agama, kepercayaan, orang lain, golongan, atau kelompok atas dasar agama atau kepercayaan di Indonesia.
Pasal 304 RUU KUHP mengatur pidana penjara maksimal lima tahun bagi pelaku penodaan agama melalui teknologi informasi. Sedangkan bagi orang yang mengajak orang lain untuk tidak beragama, ancaman hukumannya adalah dua tahun penjara.
Berikut salah satu bunyi Pasal 304 UU 1/2023:
Setiap orang yang di muka umum melakukan penghinaan terhadap orang yang sedang menjalankan atau memimpin penyelenggaraan ibadah atau upacara keagamaan atau kepercayaan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 1 (satu) tahun atau pidana denda paling banyak kategori III.
Hingga saat ini, penghinaan terhadap agama di Indonesia masih mengacu pada Pasal 156a KUHP. Namun, KUHP juga mengatur pasal-pasal yang masih berkaitan tentang kehidupan beragama dalam Pasal 175, Pasal 176, Pasal 177, dan Pasal 503 KUHP.
ANANDA BINTANG I MALINI I KHUMAR MAHENDRA I AHMAD FAIZ IBNU SINA
Pilihan Editor: Mereka yang Dijerat Kasus Penistaan Agama, Ahok hingga Panji Gumilang Pimpinan Ponpes Al Zaytun