TEMPO.CO, Jakarta - Tim Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus telah memeriksa pengusaha Robert Bonosusatya alias RBT alias RBS. Ia diperiksa sekitar 13 jam sejak pukul 09.00 hingga 22.00 pada Senin, 1 Maret 2024. Tim penyidik memeriksa RBT sebagai saksi dalam dugaan korupsi tata niaga timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP PT Timah Tbk periode 2015-2022.
Keluar dari Gedung Kartika Kejaksaan Agung RBT tak banyak bicara. Dicegat awak media, RBT meminta untuk menanyakan ihwal kesaksiannya kepada penyidik. Pemeriksaan RBT bersamaan dengan penggeledahan di rumah bos PT RBT, Harvey Moeis, di apartemen Pakubuwono, Jakarta Selatan. Harvey menjadi tersangka pada Rabu, 27 Maret lalu. Sehari sebelum itu, penyidik juga menetapkan Manajer PT QSE Helena Lim sebagai tersangka.
Direktur Penyidik Jaksa Agung Muda Tindak Pidana Khusus Kuntadi mengatakan pemeriksaan Robert berhubungan dengan keterlibatan PT Refined Bangka Tin. “Memastikan keterkaitan yang bersangkutan dengan PT RBT. Apakah yang bersangkutan, BO (beneficial owner atau penikmat keuntungan), atau tidak ada kaitannya sama sekali,” kata Kuntadi dalam konferensi pers usai pemeriksaan.
Koordinator Perkumpulan Masyarakat Antikorupsi Indonesia atau MAKI, Boyamin Saiman, mengatakan pemeriksaan terhadap RBT alias RBS sudah semestinya dilakukan. Dia menyebut setiap orang yang diduga terlibat memang harus diperiksa.
MAKI sebelumnya menyomasi Kejaksaan Agung agar menetapkan Robert Priantono Bonosusatya alias RBT alias RBS sebagai tersangka dalam korupsi di PT Timah Tbk. MAKI menilai RBT alias RBS sebagai aktor intelektual di balik skandal penambangan timah ilegal yang merugikan negara hingga Rp 271 triliun ini.
Meski beda inisial terhadap sosok RBT dan RBS, Boyamin tidak membenarkan dan membantah bahwa dua akronim itu memang tertuju pada Robert Bonosusatya. Boyamin menyebut pemeriksaan terhadap Robert sesungguhnya memposisikan pria 60 tahun itu mengetahui perkara ini.
“Pasti tahu, tapi posisi mengetahuinya pada posisi seperti apa, terlibat bersama-sama atau ditipu,” kata Boyamin saat dihubungi pada Selasa, 2 April 2024.
Senyampang itu, Boyamin menyebut somasinya untuk menetapkan sosok RBT alias RBS itu belum mendapat tanggapan dari Jaksa Agung hingga Selasa, 2 April 2024. Misalnya belum ditanggapi hingga satu bulan, Boyamin menyebut akan menggugat praperadilan Kejaksaan Agung untuk mengkonfirmasi data dia soal RBT alias RBS.
“Kalau versi saya belum ditindaklanjuti. Sesuai pernyataan saya itu. Dengan demikian posisi praperadilan untuk mengkonfirmasi data saya, saya serahkan kejaksaan agung sudah ditindaklanjuti seperti apa. Ini untuk menguatkan dalil saya akan maju praperadilan,” kata Boyamin.
MAKI mengirimkan somasi resmi kepada Kepala Kejaksaan Agung ST Burhanuddin via pos ke Kantor Kejaksaan Agung di Kebayoran Baru, Jakarta Selatan, pada Kamis, 28 Maret 2024.
Nama Robert Priantono Bonosusatya alias RBT alias RBS mengapung beriringan dengan terkuaknya belasan tersangka dalam perkara dugaan korupsi di PT Timah Tbk periode 2015-2022. Teranyar, Kejaksaan Agung menggenapkan 16 tersangka setelah dua pengusaha beken Helena Lim dan Harvey Moeis menjadi tertuding dalam perkara korupsi ini.
Setelah dua pengusaha bernama Harvey Moeis dan Helena Lim itu menjadi tersangka, Boyamin menilai RBS juga perlu diseret dalam perkara ini. Boyamin menyebut RBS diduga sosok yang menyuruh Harvey dan Helena untuk memanipulasi uang hasil korupsi dengan modus CSR.
“RBS diduga pihak yang mendirikan dan mendanai perusahaan-perusahaan yang digunakan sebagai alat untuk melakukan korupsi tambang timah,” kata Boyamin.
Robert disebut pernah menjadi pucuk pimpinan PT Refined Bangka Tin atau RBT, perusahaan yang menjadi mitra utama PT Timah Tbk. Namun, perusahaan itu berhenti beroperasi setelah digeledah penyidik Jaksa Agung Tindak Pidana Khusus Kejaksaan Agung pada 23 Desember 2023.
Hingga Rabu, 27 Maret 2024, tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah memeriksa 148 total saksi dalam kasus ini. Dari ratusan saksi, penyidik telah menetapkan 16 tersangka.
Baik Robert maupun PT Refined Bangka Tin kerap dijuluki dengan akronim yang sama, yaitu RBT. Namun, Robert membantah hubungan dirinya itu. “Saya bukan pemilik PT RBT,” kata Robert seperti dikutip Majalah Tempo edisi 11-17 Maret 2024.
Nama Robert juga muncul dalam laporan Majalah Tempo edisi 28 Oktober 2018 berjudul “Gara-gara Ulah Panglima”. Saat itu kisruh penambangan timah ilegal di Bangka Belitung mulai mencuat. Bareskrim Polri menutup 27 smelter timah yang dianggap ilegal. Dalam artikel itu, Robert mengklaim perusahaannya tak menadah bijih timah tanpa izin alias ilegal. Dia menyebut perusahaannya menadah timah di wilayah Izin Usaha Pertambangan atau IUP sendiri.
“Kami ada kapal sendiri. Kami sekarang kerja baik-baik,” kata Robert.
Hingga Rabu, 27 Maret 2024, tim penyidik pada Direktorat Penyidikan Jaksa Agung Muda Bidang Tindak Pidana Khusus telah memeriksa 148 total saksi dalam kasus korupsi timah ini. Dari ratusan saksi, penyidik telah menetapkan 16 tersangka.
Pilihan Editor: Sumber Kekayaan Robert Bonosusatya yang Diduga Big Bos Harvey Moeis dan Helena Lim