TEMPO.CO, Jakarta - Seorang jurnalis di Halmahera Selatan, Maluku Utara, Sukandi Ali, dianiaya tiga anggota TNI Angkatan Laut. Aksi kekerasan itu berlangsung setelah dia memberitakan penangkapan kapal yang memuat bahan bakar minyak jenis Dexlite sebanyak 20.400 liter.
"Ikut dulu ke Pos Angkatan Laut di Desa Panambuang," kata Komandan Pos Angkatan Laut di Pelabuhan Perikanan Panambuang, Letnan Dua TNI AL Miftahudin, seperti ditirukan jurnalis Sukandi Ali kepada Tempo, Jumat, 5 April 2024.
Menurut Sukandi, dia dijemput Miftahudin bersama seorang anggota TNI AL, Idham, di rumahnya di Desa Babang, Kecamatan Bacan Timur, Halamahera Selatan, Maluku Utara, pada Kamis, 28 Maret 2024. Penjemputan paksa itu bermula dari ia memberitakan kapal bermuatan Dexlite itu ditangkap TNI AL.
Dexlite itu milik Direktorat Polisi Perairan dan Udara (Ditpolairud) Kepolisian Daerah Maluku Utara. Tak hanya Dexlite, kapal itu memuat 395.000 liter minyak tanah. Direktur Polairud Polda Malut Komisaris Besar Hariyatmoko, mengatakan bahwa kapal itu bukan ditangkap. Melainkan dilakukan pemeriksaan dokumen.
"Itu pemeriksaan kapal oleh kapal Angkatan Laut yang sedang berpatroli," kata Hariyatmoko melalui sambungan telepon pada Jumat, 5 April 2024. Dia menjelaskan, kapal pemuat Dexlite adalah SPOB Rimas. Dalam pelayaran ia dihentikan KRI Madidihang-855 milik Kaormada III TNI AL—yang bermarkas di Sorong, Papua Barat.
Dia menuturkan, saat itu mereka mau mengisi minyak Dexlite ke Kapal Patroli Gamalama milik Polairud di Pulau Obi. Karena tidak memiliki alat transportasi untuk mengangkut minyak. "Otomatis kami angkut dengan SPOB Rimas, yang itu merupakan rekanan dari Pertamina," ujarnya.
Pemeriksaan itu dilakukan TNI AL. Dia mengakui tak ada masalah terhadap dokumen muatan BBM tersebut. "Namun ada dokumen kapal yang tidak sesuai dengan jumlah kru. Misalnya, di situ disebutkan ada lima orang, ternyata kurang gitu loh. Intinya dokumen kapal ada yang kurang," kata dia. Saat itulah Rimas dibawah ke Pos AL Panambuang.
Dia membantah pemeriksaan dokumen itu bukan bagian dari penangkapan seperti diberitakan sebelumnya. "Bukan menangkap, memeriksa. Kata-kata menangkap itu tidak tepat," tutur dia. Adapun minyak tanah ratusan ribu liter itu, dia berujar, bukan milik Polairud. Dia menduga itu milik SPOB Rimas.
Sebelumnya, Sukandi mengatakan informasi yang dia dan rekannya terima, Rimas ditangkap di Laut Halamahera Utara pada Rabu malam, 20 Maret 2024. Keesokan harinya kapal dibawah ke Pos AL. Setelah mengecek ke Pelabuhan Perikanan pada 24 Maret, kapal itu masih parkir beberapa ratus meter dari pelabuhan.
"Alasan penahanan itu karena ada dokumen dan perlengkapan berlayar tidak lengkap," tutur dia. Jawaban itu ia dapat dari Miftahudin. Belakangan setelah berita penangkapan itu terbit di media online Sidik Kasus, ia dipanggil. Penjemputan itu berakhir dengan penganiayaan oleh anggota TNI AL Miftahudin, Idham, dan Aris.
Pilihan Editor: Cerita Jurnalis di Halmahera yang Dianiaya Tiga Prajurit TNI AL: Jangan Bunuh, Anak Saya Masih Kecil