Prajurit TNI AL Minta Sukandi Buat Surat Pernyataan
Sukandi yang sengsara membuat surat berisi pernyataan tidak lagi melakukan peliputan berita tentang AL dan Polairud Maluku Utara dan menyatakan berhenti sebagai jurnalis. Surat itu atas paksaan tentara ini.
"’Mulai detik ini, saya tidak mau melihat muka kamu meliput berita di sepanjang pantai Desa Labua sampai Panambuang’," tutur Miftahudin dan Idham, diulangi Sukandi.
Tak lama, Idham menelepon seorang wartawan perempuan. Wartawan ini membawa tiga jurnalis lain mendatangi tempat penganiayaan Sukandi. Mereka disuruh memfoto surat pernyataan Sukandi berhenti dari jurnalis. Sementara Idham memegang surat pernyataan tidak melakukan peliputan.
Sekitar pukul 17.30 WIT, seseorang bernama Andre muncul dengan satu personel Polairud menggunakan mobil pribadi. Keduanya menjemput Sukandi dengan tubuh penuh luka, lebam, dan remuk di Pos AL. Sukandi langsung disuruh masuk mobil. Dia pun dijanjikan akan diberikan pekerjaan oleh Idham.
Idham pun menyodorkan uang Rp 100 ribu. Katanya ongkos beli obat. "Saya tak mau ambil. Karena lihat wajahnya seram, saya takut kalau tidak terima saya diturunkan dari mobil. Makanya saya ambil," ucap dia, mengingat ketakutan yang buncah di kepalanya.
Mobil yang ia tumpangi itu langsung melaju, menjauh, dari kejahatan yang menerkamnya di markas Miftahudin.
Sekitar dua ratus meter dari rumah di Desa Babang, Andre menurunkan Sukandi. Dia melangkah dengan tubuh kesakitan. Sampai di rumah seluas 5×6 meter dia terduduk, lemas. Asmiati, Dilan, dan Dinda mengerubungnya. Mereka terkejut melihat tubuh suami atau bapak mereka luka dan rusak.
"Bapak, itu luka semua. Kenapa itu?" dua anak itu bertanya. Air mata Asmiati mengucur.
"Nah, itu tadi waktu datang panggil saya sudah bilang, jangan pergi," ucap Asmiati dengan air mata. Suaminya terdiam. "Melihat anak dan istri, saya langsung nangis," tutur Sukandi dengan suara bergetar di seberang telepon.
Kini perih, di tubuhnya belum hilang. Ia memperlihatkan video berisi bekas luka di bagian punggung dan lengan dengan bekas goresan sekitar sepuluh sentimeter. Dia mengatakan luka itu mulai membaik. "Punggung, bagian dada, dan tangan bagian kiri masih sakit. Sakit sekali," ucap dia.
Nyeri pun masih terasa di bagian kepala. Setelah dipulangkan dia memang dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah Labuha, Halmahera Selatan. Dia sempat meminta pulang karena merasa tak punya uang membiayai ongkos perawatan. Namun, dokter mencegahnya karena mengkhawatirkan pendarahan di bagian kepala. Saat itu dia bertahan.
"Alhamdulillah sedikit membaik. Hanya kepala saya masih terasa keram-keram. Jadi masih butuh waktu berobat. Yang digunakan saat ini obat tradisional," kata dia.
Tanggapan TNI AL
TNI Angkatan Laut menjamin proses hukum terhadap prajurit yang menganiaya Sukandi terus berjalan sampai tuntas.
Komandan Pangkalan TNI AL (Danlanal) Ternate Kolonel Marinir Ridwan Aziz menyatakan Miftahuddin saat ini dimintai keterangan oleh polisi militer TNI AL.
Ia membantah pula pernyataan yang menyebut ajakan damai terhadap korban bakal menggugurkan proses hukum terhadap pelaku. “Kami melakukan aksi damai dengan yang bersangkutan (korban, red.) itu tidak untuk menghentikan penyelidikan terhadap permasalahannya atau kasus anggota di dalam kami tetap laksanakan tindakan sesuai hukum yang berlaku. Kami tidak gugurkan,” kata Danlanal Ternate dikutip dari Antara.
Dia menyebut polisi militer TNI AL saat ini masih mengumpulkan bukti-bukti dan keterangan dari prajurit yang diyakini menganiaya Sukandi.
Pilihan Editor: Aktivis Sarankan Polisi Minta Testimoni Mahasiswa Korban Ferienjob untuk Kumpulkan Data