TEMPO.CO, Jakarta - Pasien Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Paniai di Jalan Raya Madi, Badauwo, Paniai Timur, Kabupaten Paniai, Papua Tengah, terpaksa dipindahkan. Kepolisian beralasan pengeluaran pasien sebagai jaminan keamanan dan ketertiban masyarakat di wilayah Paniai.
Pernyataan ini berbeda dengan pengakuan anggota Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat-Organisasi Papua Merdeka atau TPNPB-OPM. Kelompok ini menyebut pendudukan rumah sakit itu untuk menjadikan rumah sakit sebagai pangkalan militer. "Semua (ruangan) rumah sakit sudah dikosongkan," kata Wim Wone Kogoya, orang yang menerima informasi soal pemindahan pasien, itu kepada Tempo, Ahad, 26 Mei 2024.
Wim bercerita, bahwa TNI-Polri datang ke RSUD Paniai dan meminta supaya pasien dipindahkan dari rumah sakit tersebut. Saat itu, dua hari sebelum pasien dikeluarkan, terjadi negosiasi antara keluarga pasien, pihak rumah sakit, dan TNI-Polri. Negosiasi itu buntu. Pasien dikeluarkan.
Menurut Wim, TNI dan Polisi mengatakan bahwa tetap menduduki rumah sakit itu. "Kami ini ikut perintah dari atasan kami di pusat. Kami tidak bisa ambil tempat lain. Hanya tempat ini," ujar dia. Berikutnya, para pasien harus angkat kaki.
Menurut dia, pihak RSUD Paniai meminta supaya pasien tetap berada di rumah sakit. Tapi permintaan itu ditolak. "TNI-Polri tidak mau dengar. Mereka tetap ambil posisi di rumah sakit," ujar Wim, yang berada di Deiyai, Paniai.
Dia mengatakan informasi pemaksaan pasien keluar dia terima dari keluarganya di rumah sakit. Wim mengirim sejumlah foto dan video situasi pemindahan paksa pasien dari RSUD Paniai. Dia mengatakan baik pasien sakit berat maupun ringan semuanya dikeluarkan. Pasien sakit berat diberikan surat rekomendasi dirawat di rumah sakit Deiyai, Dogiyai, dan Nabire.
Manajemen Markas Pusat Komando Nasional TPNPB-OPM meminta pemerintah daerah Papua Tengah dan Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) untuk memperhatikan pemindahan pasien dari rumah sakit tersebut. "Pasien (diperlakukan) dengan tidak terhormat, (saat dirawat) dipaksa pulang," tutur juru bicara TPNPB-OPM, Sebby Sambom, melalui aplikasi perpesanan, Ahad, 26 Mei 2024.
Dia menyebut DPRD harus menanggapi pemindahan paksa pasien tersebut. Dia menyebutkan kasus itu tidak hanya diberi tanggung jawab kepada pemerintah daerah. "Bupati harus eksekusi, ini sudah menjelang tiga hari tindakan tidak benar belum dapat ditangani," ucap dia.
Kepala Kepolisian Resor Paniai Ajun Komisaris Besar Abdus Syukur Felani menanggapi kabar dugaan pengusiran pasien tersebut. "Tidak benar adanya pengusiran pasien. Justru kehadiran TNI-Polri memberikan rasa aman, baik kepada pasien maupun petugas kesehatan,” ujar Kapolres Paniai itu dalam keterangan tertulis, Ahad, 26 Mei 2024.
Dia menjelaskan, bahwa TNI-Polri menutup pintu RSUD, seperti ruang IGD, bertujuan mengamankan rumah sakit. Alasannya itu bagian dari obyek vital. Pengamanan itu demi memberikan rasa aman kepada masyarakat. Dia meminta masyarakat tak mudah percaya informasi yang sumbernya belum jelas.
Dalam sebuah video dan sejumlah foto yang Tempo terima, tampak pasien beserta keluarga keluar dari rumah sakit. Mereka berjalan rombongan dengan membawa pasien keluar dari RSUD Paniai. Ada yang menggunakan mobil menumpangi pasien tinggalkan rumah sakit tersebut.
Kepala Penerangan Daerah Militer atau Kapendam XVII/Cenderawasih Letnan Kolonel Infanteri Candra Kurniawan mengatakan, informasi dugaan pengusiran pasien itu merupakan hoaks. "Berita yang menyebar itu hoaks," kata Candra dalam keterangan tertulis, Ahad, 26 Mei 2024.
Candra mengatakan, aparat TNI dari Yonif 527 justru saat ini membantu melaksanakan pengamanan RSUD Madi Paniai. Pengamanan dilakukan karena adanya pengaduan dari masyarakat bahwa TPNPB-OPM akan membakar RSUD tersebut.
Pilihan Editor: Latar Belakang Pembakaran Kios dan Gedung Sekolah, TPNPB-OPM: Pemilik Kios Duluan Keluarkan Pistol