TEMPO.CO, Jakarta - Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) telah menetapkan Sekretaris Jenderal (Sekjen) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Indra Iskandar sebagai tersangka dugaan korupsi pengadaan kelengkapan rumah jabatan DPR. Namun hingga saat ini penyidik belum menahan Indra. "Intervensi tidak ada," kata Direktur Penyidikan KPK, Asep Guntur Rahayu, dalam konferensi pers di Kuningan, Jakarta Selatan pada Rabu, 17 Juli 2024.
Asep mengatakan, penahanan sepenuhnya menjadi kewenangan penyidik. Sejauh ini langkah itu belum diperlukan. Adapun pasal yang disangkakan adalah Pasal 2 dan Pasal 3 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Asep menyebut KPK masih berkoordinasi dengan lembaga yang melakukan perhitungan kerugian keuangan negara. "Karena itu menjadi salah satu unsur pasal yang harus kita penuhi," ujar dia.
Pada Maret 2024, KPK melakukan pencegahan terhadap tujuh tersangka kasus dugaan korupsi pengadaan peralatan rumah dinas di Setjen DPR. Lembaga antirasuah itu, secara resmi belum membeberkan nama-nama tersangka tersebut.
Dalam perkembangannya, Indra Iskandar mengajukan gugatan praperadilan atas penetapan tersangka ke Pengadilan Negeri Jakarta Selatan pada 16 Mei 2024. Dinukil dari laman sistem informasi penelusuran perkara (SIPP), Indra telah mencabut gugatannya ini.
Kepala Bagian Pemberitaan KPK, Ali Fikri, sempat merespons pengajuan gugatan praperadilan Indra Iskandar. Ali menilai langkah Indra sama saja dengan mengumumkan dirinya sebagai tersangka.
Padahal KPK hanya akan mengumumkan siapa saja pihak yang ditetapkan sebagai tersangka setelah proses penyidikan rampung dan dilakukan penahanan terhadap pihak tersebut. "Berarti dia telah mendeklarasikan dirinya sebagai tersangka," kata Ali pada 24 Mei 2024, dinukil dari Antara. "Walaupun sebenarnya kami ingin sampaikan nanti ketika proses penahanan, tapi yang bersangkutan telah mendeklarasikan dirinya sebagai tersangka, tentu adalah haknya."
MUTIA YUANTISYA