TEMPO.CO, Jakarta - Nurul Ghufron menjadi satu dari 40 orang yang lolos tes tulis calon pimpinan Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (capim KPK). Ghufron, begitu ia disapa, adalah salah satu petahana dalam seleksi calon pimpinan lembaga antirasuah itu untuk periode 2024-2029. Bagaimana rekam jejaknya?
Pengumuman nama-nama capim KPK yang lolos tes tulis diumumkan lewat surat nomor 37/PANSEL-KPK/07/202. Dokumen itu dikeluarkan oleh Panitia Seleksi Calon Pimpinan dan Dewan Pengawas Komisi Pemberantasan Korupsi (Pansel KPK) pada Rabu, 24 Juli 2024.
"Pelamar seleksi Calon Pimpinan Komisi Pemberantasan Korupsi Masa Jabatan Tahun 2024-2029, yang namanya tercantum pada lampiran I pengumuman ini dinyatakan lulus seleksi administrasi," Ketua Pansel KPK Muhammad Yusuf Ateh dalam surat tersebut, dikutip Ahad, 11 Agustus 2024.
Total, ada 40 orang yang lolos tes tulis capim KPK. Satu di antaranya adalah Nurul Ghufron, berikut rekam jejaknya:
Dinukil dari laman resmi KPK, Ghufron lahir di Sumenep, 22 September 1974. Ia menyelesaikan pendidikan sarjana atau S1 di Fakultas Hukum Universitas Jember pada tahun 1997. Wakil Ketua KPK ini lalu melanjutkan pendidikan magister atau S2 hukum di Universitas Airlangga hingga lulus pada 2004. Adapun gelar doktor ia dapatkan pada 2012 dari Universitas Padjajaran.
Sejak 2003, Ghufron mengajar di Fakultas Hukum Universitas Jember. Sejumlah mata kuliah yang ia ampu, antara lain teori hukum, filsafat hukum, tindak pidana korupsi dan pajak, serta sistem peradilan pidana. Kemudian pada 2006, Ghufron dipercaya menjadi Dekan Fakultas Hukum Universitas Jember selama dua periode. Ia kemudian menjadi Wakil Ketua KPK sejak 2019.
Kontroversi Nurul Ghufron
Sosok Nurul Ghufron menjadi salah satu nama calon yang diperbincangkan dalam seleksi capim KPK periode 2024-2029. Ketua Badan Pengurus Nasional Perhimpunan Bantuan Hukum Indonesia (PBHI) Julius Ibrani menyoroti dugaan pelanggaran etik Ghufron.
"Misalnya dari KPK Nurul Ghufron. Dua kali dia ngajuin (uji materiil UU KPK) ke MK (Mahkamah Konstitusi), dengan penuh kejanggalan prosesnya, dengan dalih mencari pekerjaan untuk dirinya sendiri, maka perlu disesuaikan kondisi umurnya," ujar Julius kepada Tempo, Jumat, 9 Agustus 2024.
Menurut catatan Tempo, Ghufron memang pernah mengajukan permohonan uji materiil terhadap Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2019 tentang Perubahan Kedua Atas Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK).
Kepada hakim konstitusi, ia meminta perubahan batas usia capim KPK dinaikkan. Dari paling rendah 40 tahun menjadi minimal 50 tahun. Ghufron juga meminta masa jabatan pimpinan KPK diperpanjang dari 4 tahun menjadi 5 tahun. Hasilnya, MK mengabulkan permohonannya.
"Ghufron dilaporkan atas dugaan pelanggaran etik, lalu dia melakukan gugatan ke PTUN (Pengadilan Tata Usaha Negara), lagi ditunda pemeriksaan etiknya," ucap Julius.
Dewan pengawas atau Dewas KPK telah memeriksa Ghufron atas dugaan pelanggaran etik dalam kasus mutasi pegawai Kementerian Pertanian (Kementan). Dewas KPK sebenarnya tinggal membacakan putusan. Namun Ghufron menggugat dewan pengawas ke PTUN sehingga pembacaan putusan ditunda.
Nurul Ghufron juga melaporkan anggota Dewas KPK Albertina Ho ke Dewan Pengawas KPK. Pelaporan itu ditengarai perihal dugaan penyalahgunaan wewenang yang dilakukan Albertina Ho sebagai anggota Dewas KPK saat memeriksa aduan dugaan pemerasan oleh Jaksa berinisial TI terhadap saksi.
“Masalah koordinasi dengan PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan) untuk permintaan informasi tentang transaksi keuangan yang mencurigakan dalam pengumpulan bukti-bukti kasus jaksa TI,” kata Albertina Ho kepada Tempo, Rabu, 24 April 2024.
Mutia Yuantisya berkontribusi dalam penulisan artikel ini.
Pilihan Editor: Persiapan HUT RI ke-79 di IKN, Kakorlantas Tinjau Pengamanan Rute Lalu Lintas ke Istana Negara