TEMPO.CO, Jakarta - Warga Rempang membantah tuduhan Badan Pengusahaan atau BP Batam bahwa mereka bertindak agresif saat mengambil alih Pos terpadu Simpang Dapur 6, Rempang pada Jumat malam, 30 Agustus 2024. Menurut warga, justru BP Batam yang agresif karena memanfaatkan posko milik warga tanpa izin selama satu tahun lamanya.
Pernyataan itu disampaikan Kepala Biro Humas Promosi dan Protokol BP Batam, Ariastuty Sirait dalam siaran pers tertulisnya Sabtu, (31/8/2024). Menurut Tuty, bahwa anggota Ditpam dan personel lainnya sudah dilengkapi dengan surat tugas di pos jaga tersebut. Tetapi warga yang masih menolak relokasi akibat PSN Rempang Eco City, tetap memaksa petugas meninggalkan pos.
"Warga bertindak cenderung agresif terhadap petugas yang berjaga secara verbal maupun non verbal. Namun, baik personil Ditpam, Polri, TNI dan Satpol PP bertindak submisif namun tetap persuasif kepada warga," jelas Tuty.
Ariastuty juga menambahkan terkait kejadian pembakaran spanduk dan gardu listrik di Sembulang, Pulau Rempang. Menurut Tuty, pembakaran spanduk patut di waspadai dan diantisipasi gerakan cipta kondisi pihak yang memperkeruh situasi.
Ia berharap kejadian serupa tak terulang dan masyarakat tetap menjaga situasi kondusif di kota Batam khususnya di pulau Rempang sehingga investasi Rempang Eco City dapat segera terwujud dan bisa memberikan dampak postif bagi kesejahteraan masyarakat.
"BP Batam tetap dalam koridor menyampaikan informasi dan sosialisasi dalam bentuk flyer kepada warga yang selama ini belum memahami terkait hak-hak warga terdampak, Alhamdulillah seiring berjalan waktu, beberapa warga sudah mulai membuka hati dan mendaftar meskipun diintimidasi oleh warga yang masih menolak," ujar Tuty.
Salah seorang warga Rempang, Miswadi membantah pernyataan Tuty yang menuding warga terlalu agresif tersebut. "Yang agresif itu BP Batam terhadap masyarakat," kata Wadi kepada Tempo, Sabtu, 31 Agustus 2024.
Wadi menegaskan, warga mengambil pos pengamanan tersebut karena beberapa alasan, pertama pos tersebut dibangun oleh uang warga Rempang bukan milik aset BP Batam. "Selain itu, BP Batam tidak ada hak di Simpang Sungai Buluh (Simpang Dapur 6) ini, BP Batam haknya di Tanjung Banun," kata Wadi.
Alasan selanjutnya, kata Wadi, BP Batam telah merampas pos penjagaan itu sudah satu tahun lamanya untuk dijadikan pos pengamanan PSN Rempang Eco City. "Pos Sungai Buluh itu sudah selama satu tahun direbut BP Batam dari masyarakat, BP Batam telah merebut hak pengamanan posko, tanpa izin warga disitu," kata Wadi.
Saat ini pos tersebut sudah diambilalih warga. Beberapa warga juga terlihat membersihkan pos. Tampak juga spanduk-spanduk penolakan relokasi PSN Rempang Eco City juga dipasang di sekitaran pos.
Sampai saat ini konflik PSN Rempang Eco City terus bergulir. Warga Rempang yang menolak kampung halaman mereka dijual untuk PSN, terus melantangkan penolakan. Sedangkan warga yang menerima sudah masuk dalam tahap proses pemindahan dalam waktu dekat ke rumah relokasi.
Setidaknya update terbaru data BP Batam sudah hampir 190 kepala keluarga yang sudah meninggalkan kampung mereka untuk diserahkan ke BP Batam. Sedangkan total warga terdampak tahap pertama sekitar 850 kepala keluarga, artinya mayoritas masih tidak mau direlokasi. BP Batam terus melakukan upaya untuk meminta warga mau menerima relokasi.
Selain itu terkait data warga yang sudah pindah juga permolemik, tidak hanya warga tetapi juga Ombudsman RI meminta data warga yang pindah dibuka. Pasalnya, diduga ada beberapa kepala keluarga yang dipindahkan bukan warga asli Pulau Rempang. Namun, BP Batam sampai saat ini belum berani membuka data tersebut dengan alasan masih terjadi pro dan kontrak di tengah masyarakat.
Pilihan Editor: Warga Rempang Ambil Alih Posko Tim Terpadu PSN, Warga: Ini Bukan Aset BP Batam