TEMPO.CO, Jakarta - Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Jepara menyatakan terdakwa empat penambak udang di Karimunjawa terbukti bersalah melakukan pencemaran lingkungan. Putusan ini dibacakan secara bergantian pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Tri Hutomo sebagai kuasa monitoring perkara dari kelompok masyarakat Lingkar Juang mengatakan putusan dibacakan oleh Ketua Majelis Hakim Meirina Dewi Setiawati.
Hakim memvonis Sutrisno, pemilik CV Bimantara Vanname, pidana 1 tahun 2 bulan dengan denda Rp 30 juta. Jika tidak bisa membayar, diganti kurungan 3 bulan. Tuntutan Jaksa Penuntut Umum (JPU) sebelumnya 4 tahun, denda 7 miliar.
Sugianto Limanto, pemilik PT Indo Bahari, dipidana 1 tahun dan denda Rp 30 juta. Jika tidak membayar diganti kurungan 3 bulan. Tuntutan JPU sebelumnya adalah 3 tahun, dan denda sebanyak Rp 6 miliar.
Teguh Santoso dijatuhi hukuman 1 tahun 10 bulan dan denda Rp 50 juta atau tambahan 3 bulan kurungan. Tuntutan JPU 6 tahun, dan denda Rp 7 miliar.
Mirah Sanusi Dawiyah dipidana 1 tahun penjara dan denda Rp 30 juta. Jika tidak mampu membayar diganti kurungan 3 bulan. Tuntutan JPU 3 tahun, dan denda Rp 6 miliar.
Menurut Tri, putusan PN Jepara ini sangat jauh berbeda dengan yang dituntut oleh JPU sebelumnya, bahkan kurang dari dua pertiga dari tuntutan. "Yang kami harapkan Jaksa Penuntut Umum melakukan upaya banding," ucap Tri dalam keterangan tertulisnya pada Rabu, 30 Oktober 2024.
Tri menjelaskan putusan ringan ini disebabkan karena Majelis Hakim hanya menjerat terdakwa dengan Undang-Undang Konservasi saja. Padahal, kata Tri, salah satu pasal yang bisa memberatkan adalah UU Lingkungan Hidup karena terdakwa terbukti tidak mendukung pemerintah untuk menjaga lingkungan.
"Ini sebagai catatan yang akan kami sampaikan ke lembaga pengawas internal seperti Komisi Yudisial (KY) ataupun lembaga eksternal lainnya, untuk melakukan pengawasan proses hukum," tuturnya.
Konflik ini pertama kali berlangsung pada Maret lalu saat Direktorat Jenderal Penegakan Hukum Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) menetapkan empat petambak udang sebagai tersangka perusakan lingkungan Taman Nasional Karimunjawa.
Bentuk pencemaran dan kerusakan lingkungan yang dimaksud adalah tercemarnya air laut kawasan taman karimunjawa disebabkan pengelolaan limbah yang tidak sesuai dengan aturan.
Tri mengatakan kondisi tambak udang di Karimunjawa ini termasuk ke dalam tambak intensif, yaitu pakan harus diberikan terus menerus ke dalam tambak sebagai sumber makanan utama. Hal ini membuat tambak udang menjadi subur sehingga akan terjadi penumpukan kotoran udang dan sisa pakan.
Agar kualitas perairan tetap bagus, dilakukan pergantian air melalui bagian bawah tambak secara berkala, dengan demikian kotoran dan sisa pakan yang mengendap akan ikut terbuang. Masalahnya, kegiatan usaha tambak udang ini diduga membuang limbah tersebut tanpa dikelola terlebih dahulu, sehingga lingkungan air laut wilayah Karimunjawa jadi tercemar, dan menyebabkan perusakan pada terumbu karang.
“Pemasangan pipa inlet ini melanggar UU No. 5 tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya” jelas Tri melalui aplikasi perpesanan pada sabtu, 14 September 2024.
Pilihan Editor: Bagaimana Permen LHK Nomor 10 Tahun 2024 Bisa Melindungi Aktivis Lingkungan Hidup dari Kriminalisasi?