TEMPO Interaktif, Jakarta - Maria, seorang karyawan swasta, mengempaskan tubuhnya di kursi begitu tiba di kantornya di Jakarta Selatan kemarin. Dia baru saja terbebas dari sorot terik matahari. "Panas sekali di luar," katanya.
Kesaksian yang sama sering kali terdengar belakangan ini. "Udara panas sekali, tak pernah hujan," kata Sri, ibu rumah tangga di bilangan Kebayoran Lama.
Kemarau memang telah tiba di Jakarta. Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) bahkan memprediksi musim kemarau tahun ini kelewat kering. "Sedikit di atas normal," kata Kepala Pusat Perubahan Iklim dan Kualitas Udara BMKG, Edvin Aldrian.
Kemarau tahun ini, dia menambahkan, tidak sama seperti tahun lalu yang masih tergolong masih basah. "Gejala cuaca seperti tahun ini harus diantisipasi," Edvin menambahkan.
Antisipasi bukan melulu soal bahaya kebakaran. Edvin mengatakan dampak awal musim kemarau untuk Jakarta adalah polutan yang terkungkung di lapisan udara bawah (ketinggian kurang dari 1 kilometer) pada sore hari. Polutan yang berasal dari asap kendaraan, asap pabrik, dan debu itu tidak tercuci karena tak ada hujan.
Kepala Dinas Kesehatan DKI Jakarta Dien Emmawati mengatakan polutan mengakibatkan rongga hidung tercemar. Dia meminta agar setiap anak dan orang tua yang alergi serta dalam kondisi tidak fit mengenakan masker karena rentan mengalami peradangan. Begitu juga kepada mereka yang berkendara dengan menggunakan sepeda motor.
Dien tidak menakut-nakuti. Berdasarkan data yang dimilikinya, setiap puskesmas yang ada di lima wilayah Jakarta belakangan didatangi 10 pasien batuk setiap hari.
Bukan cuma ancaman dari udara, Dien juga khawatir sejumlah warga bakal kesulitan memperoleh air bersih gara-gara musim kemarau ini. Kelangkaan air bisa mengancam kesehatan ribuan warga Jakarta Utara. Caranya, mereka membatasi minum untuk keperluan lain. "Kondisi ini berpotensi menimbulkan penyakit diare dan kulit," ujarnya.
Edvin memprediksi puncak musim kemarau akan terjadi pada pertengahan Agustus mendatang. Saat itu suhu udara rata-rata 32 derajat Celsius. Hemat air dan kurangi aktivitas bakar-membakar, begitu pesannya.
Tidak ada perbedaan suhu yang besar antara Jakarta Utara dan Jakarta Selatan. Semua akan mendapat terik matahari yang sama. Perbedaan hanya terletak pada faktor non-iklim karena kawasan selatan Jakarta lebih banyak memiliki pepohonan yang akan membuat daerah itu lebih adem.
Yang jelas, Edvin menambahkan, dalam sepekan ke depan tanah Jakarta sama sekali tidak basah oleh hujan. "Minggu ini Jakarta kering. Minggu depannya lagi ada sedikit harapan hujan," ujarnya.
HERU TRIYONO