TEMPO.CO, Jakarta -Pengamat tata kota, Yayat Supriatna, pesimistis terhadap Gubernur DKI Jakarta Joko Widodo bisa memenuhi tekadnya, menambah 30 persen lahan terbuka hijau (RTH) dari luas wilayah Jakarta dalam lima tahun masa kepemimpinannya. “Rasanya sih berat. Saya enggak berani komentar, kecuali uangnya banyak dan ada pihak-pihak privat yang mau diajak kerja sama," ujar Yayat kepada Tempo, Ahad, 4 November 2012.
Luas daratan Jakarta 661,52 kilometer persegi dengan lautan 6.977,5 kilometer persegi. Hingga saat ini, Jakarta baru mampu memenuhi 10 persen atau 66,1 kilometer persegi lahan untuk RTH, sehingga luas wilayah yang ditargetkan Jokowi tinggal sekitar 20 persen lagi atau 132,2 kilometer persegi.
Yayat mengatakan, masyarakat yang memiliki lahan akan lebih memilih membangun apartemen atau kontrakan ketimbang untuk dijadikan RTH. "Di Condet kan dulu jadi cagar budaya, orang-orang diminta tanam salak. Kalau dijual, salak cuma Rp 5.000-Rp 6.000, mereka lebih pilih jadiin kontrakan, sebulan bisa Rp 1 juta, " kata Yayat.
Ia mengatakan, target sebelumnya, yaitu 13,9 persen saja, tidak tercapai. "Luas Jakarta kan sekitar 661 ribu hektare. Kalau sekarang ditargetkan 20 persen dalam lima tahun, berarti 4 persen per tahun. Satu persen saja 650 hektare, berarti per tahun harus ada 2.600 hektare lahan, sulit sekali, " ujar Yayat.
Selain itu, Ia menyatakan, di Jakarta sulit sekali menambah RTH dalam skala besar, kecuali anggarannya diperbesar dan ada upaya melibatkan masyarakat untuk mengelola ruang privatnya, "Jadi tanah itu tetap milik pribadi, tapi dikelola oleh pemerintah," ujarnya.
Yayat juga menyayangkan terjadinya perubahan fungsi lahan yang menyebabkan pengurangan jumlah RTH. "Saya apresiasi perubahan fungsi lahan SPBU jadi RTH saat zaman Foke (Fauzi Bowo), tapi di saat yang bersamaan, SPBU asing juga menjamur di lahan-lahan yang strategis pula. Kenapa lahan itu enggak dibeli Pemda DKI saja?" katanya.
Sementara itu, Yayat menambahkan, ada lahan RTH yang sudah dialihfungsikan namun sampai sekarang belum ada gantinya. "Kan dulu itu ada makam yang dijadikan jalan untuk usaha besar di daerah Kuningan, digusur, tapi sampai sekarang belum ada gantinya. Belum lagi nanti kalau Stadion Lebak Bulus jadi dibongkar untuk MRT, " ujarnya. Yayat menyarankan target RTH jangan hanya pada lahan besar saja, tapi bisa juga diterapkan di koridor kereta api dan jalan raya.
TRI ARTINING PUTRI